Pesan Natal Bersama KWI dan PGI
Pesan Natal Bersama KWI dan PGI 2019
“HIDUPLAH
SEBAGAI SAHABAT BAGI SEMUA ORANG” (bdk. Yohanes 15:14-15)
Dengan
penuh sukacita, kita merayakan pesta kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, Raja
Damai, yang datang untuk “merubuhkan tembok pemisah, yakni perseteruan” (Ef
2:14) yang memecah-belah umat manusia. Sambil merayakan Natal, dengan penuh
sukacita dan syukur, kita juga mengenangkan 74 tahun kemerdekaan Indonesia
sebagai buah dari rahmat Ilahi sebagaimana dikatakan dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebagai umat Kristen kita percaya bahwa Tuhan Y.M.E ikut berperan dalam
perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaannya. Kita juga percaya bahwa
sejarah bangsa Indonesia merupakan bagian dari sejarah perjumpaan antara
manusia dan pencipta-Nya.
Bangsa
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bangsa yang terdiri atas macam-macam suku, budaya serta keyakinan
ini telah lama berjuang untuk merebut kemerdekaan dan merajut kehidupan
bersama. Berbagai macam ujian harus dilaluinya. Di satu pihak, persatuan bangsa
dipersulit oleh penjajahan yang bermaksud melemahkan kita dengan politik memecah-belah
dan menguasai, yang dikenal sebagai politik divide et impera. Di lain pihak, di
antara para Bapak Bangsa kita sendiri terjadi proses tarik-menarik beraneka
ragam gagasan, keyakinan dan kepentingan kelompok. Syukurlah, pada akhirnya
semua perbedaan yang ada tidak menghalangi para Bapak Bangsa kita untuk
memerdekakan negeri ini dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
disatukan oleh prinsip Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu.
Kesamaan cita-cita luhur membuat mereka mampu melampaui sekat-sekat perbedaan
yang ada.
Dalam
Pembukaan Injil Yohanes dimaklumkan bahwa Allah berkenan masuk ke dalam sejarah
manusia dan menjadi bagian darinya. Firman Allah telah menjadi manusia dan
tinggal di antara kita (Yoh 1:14). Kedatangan-Nya bertujuan untuk mengubah
manusia dan memberi dia hidup baru. Penjelmaan Allah menjadi manusia merupakan
prinsip yang amat hakiki dalam memaknai perjumpaan manusia dengan Tuhan dalam
sejarah.
Menurut
Injil Yohanes, cinta Allah yang begitu besar telah menggerakkan-Nya untuk
memberikan diri-Nya bagi dunia (3:16). Dengan memakai kiasan terang dan gelap
yang kontradiktif itu, kedatangan Sang Firman digambarkan sebagai
kedatangan Terang Sejati (1:4-5) yang datang untuk menyinari dunia yang ada
dalam bayang-bayang kegelapan. Kegelapan itu nyata dalam berbagai wujud,
seperti kebencian dan kekerasan. Masa Natal yang agung harus menjadi kesempatan
bagi umat Kristen untuk merenungkan bagaimana kita harus menyambut serta
menghayati kehadiran Tuhan yang ingin mengubah kegelapan menjadi terang,
kebencian menjadi kasih, dan menerima perbedaan dengan sikap saling
menghormati.
Ditilik
dari segi historis, pesan cinta kasih yang ingin disampaikan oleh Injil Yohanes
tampak lebih jelas mengingat pada waktu itu komunitas Kristiani dalam
lingkungan Yohanes berada dalam persimpangan jalan untuk berpisah dari Agama
Yahudi, rahim yang melahirkannya. Di satu sisi, para pemimpin agama mengucilkan
saudara-saudara mereka sendiri yang menjadi pengikut Kristus. Hal itu tersirat
dalam kisah penyembuhan orang buta yang dikeluarkan dari sinagoga (9:22). Di
sisi lain, ada tanda-tanda yang menyiratkan bahwa dalam komunitas orang Kristen
sendiri telah terjadi perselisihan mengenai identitas diri yang membahayakan
persatuan mereka.
Di
tengah bahaya perpecahan tersebut, umat Kristiani diingatkan pada teladan cinta
kasih Yesus, yang menginspirasi mereka untuk saling merendahkan diri dan saling
melayani. Menurut Yohanes 13:16-17, Yesus yang adalah Tuhan Guru, rela mencuci
kaki para murid-Nya sebagai lambang kerendahan hati dan pelayananNya yang tidak
mengenal batas. Injil Yohanes memotret Sang Guru Agung sebagai sosok sahabat
yang menyerukan pesan cinta kasih (15:14). Ia memperlakukan mereka yang
mempraktikkan cinta kasih sebagai sahabat-sahabat-Nya sendiri. Relasi antara
Guru dan murid, antara Tuan dan hamba, yang mengandung jarak dan kesenjangan,
diubah menjadi relasi timbal-balik yang mengangkat harkat dan martabat manusia.
Dalam relasi semacam itu, terkuak ruang-ruang baru bagi berkembangnya nilai-nilai
luhur perdamaian, kerukunan, dan pengertian. Kendati Yesus berbicara kepada
para murid-Nya dalam lingkaran yang terbatas pada zaman mereka, namun relasi
persahabatan yang diajarkan dan dihidupi-Nya itu bisa memberi inspirasi bagi
kita di zaman ini. Apa yang dilakukan Yesus mengilhami kita untuk memperkuat
dan merawat persaudaraan, serta persahabatan dalam kehidupan bangsa kita.
Merayakan
Natal dalam terang kehadiran Ilahi yang menawarkan persahabatan berlandaskan
cinta kasih merupakan panggilan bagi kita untuk keluar dari sekat-sekat suku,
budaya, agama, dan lain-lain. Bagi umat Kristiani panggilan tersebut merupakan
suatu panggilan untuk menjadi murid sejati, yang mempraktikkan cinta kasih
dalam kehidupan sehari-hari bersama keluarga, Gereja, dan masyarakat. Pesan
Natal 2019 adalah pesan persahabatan yang membawa kita kembali kepada sejarah
bersama bangsa Indonesia, cita-cita bersamanya, dan perjuangan bersama bagi
kemanusiaan, bagi Indonesia yang bermartabat.
SELAMAT
NATAL 2019 DAN TAHUN BARU 2020
Bandung
13 November 2019
Atas
nama
Persekutuan
Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
Pdt.
Dr. Henriette T. Hutabarat-Lebang (Ketua Umum PGI)
Ignatius
Kardinal Suharyo (Ketua KWI)
Pdt.
Gomar Gultom (Sekretaris Umum PGI)
Mgr.
Antonius Subianto Bunjamin, OSC (Sekretaris Jenderal KWI)
No comments