Perkembangan sejarah Paroki HKY Tegal
Gereja Katolik Paroki
Hati Kudus Yesus Tegal pada tahun 2017 berusia 90 tahun. Usia ini dihitung
berdasarkan berdirinya sebagai sebuah paroki pada tanggal 31 Oktober 1927
sebagaimana ditegaskan dalam Surat Keputusan Uskup Keuskupan Purwokerto No.
274/SK-KP/IV/2004.
a. Pada mulanya …
Sebelum
tahun 1927, sebenarnya sudah ada umat
Katolik di wilayah kota Tegal, bahkan sudah ada pula gedung Gereja kecil. Gereja
Katolik pertama di Kota Tegal ini dibangun pada tahun 1895 – 1910 di sebelah
barat Pelabuhan Tegal, tepatnya di jalan Bandeng. Sekarang, lokasi ini terletak
di sekitar SD Tegalsari 14. Namun demikian saat itu, belum ada Pastor yang
menetap di kota Tegal.
Pada waktu itu, Gereja
Katolik Tegal hanya merupakan Stasi
dari Paroki Santo Yusuf Cirebon dengan jumlah umat sebanyak 155 orang
terdiri dari 27 lelaki dan 128 wanita. Pada waktu itu para pastor yang sering
berkunjung ke Stasi Tegal adalah dari Ordo Serikat Jesus, dan Pastor V.D. Putten, SJ ditetapkan
sebagai Pastor Stasi di Kota Tegal yang dibantu seorang awam bernama Belle sebagai “wakil Pastor” atau
seperti Prodiakon dan dipercaya juga untuk memegang keuangan Gereja serta dana
papa, juga seorang awam bernama Dorff
sebagai Koster (pemelihara gereja). Untuk tempat menginap Pastor (Pastoran)
disewakan rumah di Jalan Dr. Soetomo nomor 18, kemudian pindah ke nomor 24,
dahulu jalan tersebut bernama Kraton-Zuid.
b.
1927 – 1931
Paroki Tegal berdiri
setelah penyerahan karya misi dari Serikat Yesus (SJ) kepada Tarekat Misionaris
Hati Kudus Yesus (MSC) pada tanggal 25 Oktober 1927 di Purworejo. Karya Misi
yang dipercayakan kepada Tarekat MSC ini dikenal dengan nama karya Misi Kristus
Raja yang selanjutnya berpusat di Purwokerto. Karya Misi Kristus Raja, dimulai
dengan kedatangan tiga imam MSC, yakni
Pastor BJJ. Visser, MSC, Pastor Bernardus Thien, MSC dan Pastor R. Hoos,
MSC. Mereka mengembangkan karya misi di Jawa Tengah bagian barat yang pada
waktu itu sudah ada tiga wilayah yang berpotensi menjadi sebuah paroki, yakni
Purworejo, Purwokerto dan Tegal. Pada waktu itu di wilayah Tegal jumlah umat
Katolik Belanda 1120 orang; umat Katolik Jawa 55 orang dan umat Katolik
Tionghoa 8 orang. Ketiga wilayah tersebut memiliki basis kebudayaan yang
berbeda. Purworejo dengan basis budaya Mataraman; Purwokerto berbasis budaya
Banyumasan dan Tegal berbasis budaya Pesisiran.
Pada
tanggal 27 Oktober 1927, Pastor BJJ. Visser, MSC
selaku Pastor Superior MSC dan Konsultor untuk Uskup menyatakan agar Pastor
Bernardus Thien, MSC segera menduduki Tegal, maka mulai pada tanggal 28 Oktober 1927 Pastor Bernardus Thien, MSC menetap di
kota Tegal. Sejak kehadiran Pastor Bernardus Thien, MSC di Tegal, maka proses
pendirian Paroki Tegal dimulai dan ditetapkan sebagai sebuah paroki pada
tanggal 31 Oktober 1927. Pastor Bernardus Thien memilih nama “HATI KUDUS
YESUS” sebagai Pelindung Paroki
yang digembalakannya, sesuai dengan Tarekat Pastor Bernardus Thien yaitu MSC (Missionarii Sacratissimi Cordis) yang dapat diartikan Para Misionaris Hati Yang Mahakudus.
Pada saat itu dimulailah karya para Misionaris Hati Yang Mahakudus di Tegal
yang meliputi wilayah se-Karesidenan Pekalongan.
Tanggal 15 November 1927, Pastor BJJ. Visser,
MSC yang pada waktu itu menjabat sebagai Pastor Superior yang berkedudukan di
Purwokerto berkunjung ke Tegal untuk mengkaji lingkungan sekitar guna
mendirikan sekolahan. Dengan bantuan Belle dan Dorf pada bulan Desember Missi
berhasil membeli sebidang tanah yang di atasnya berdiri dua bangunan rumah tua.
Tanah tersebut milik Wermuth
sesuai dengan akte jual beli tanah pada
3 Januari 1929.
Pada 29 Desember 1929 ada 3 (tiga) Suster
PBHK dari Purworejo datang ke Tegal guna mempersiapkan pendirian sekolah HCS (Holand Chinesse School) yaitu sekolah
setingkat SD berbahasa pengantar Belanda yang ditujukan untuk masyarakat
Tianghoa.
Pada 2 Januari 1930 berdirilah secara resmi
sekolah HCS di Tegal yang terletak di Jalan Kapten Ismail (sekarang Susteran)
dengan siswa awal sejumlah 141 anak yang terdiri dari 73 siswa
Taman Kanak-kanak dan kelas persiapan serta 68 siswa kelas 1 dan 2, dengan
dikelola oleh para suster PBHK dari Purworejo.
Kemudian pada 13 Januari 1930 datanglah 5 Suster
dari Belanda yaitu Muder Augustina,
Suster Henriette, Suster Ludgarda, Suster Wijnanda, dan Suster Richarda. Kelima Suster
tersebut dengan penuh semangat misioner memulai tugas pelayanannya menggantikan
Suster-suster dari Purworejo.
Karena kerinduan akan
pekerjaan misi di tempat lain, maka pada 6 Februari 1930, Pastor B.Thien, MSC mohon pamit meninggalkan
daerah misi di pulau Jawa menuju ke daerah misi yang lain yaitu ke Kepulauan Kei. Pastor W.J. Zeegers, MSC
ditunjuk untuk menggantikan Pastor B. Thien, MSC, sebagai gembala umat Katolik
di Paroki Tegal.
Pada 1 November 1930 Rm Nico Van Oers
MSC mulai menetap di Pekalongan dan pada saat itulah Pekalongan berdiri menjadi
sebuah paroki, terpisah dari Paroki Tegal.
c. 1932 – 1942
Karya Para Misionaris MSC
di Jawa Tengah bagian barat berkembang cukup pesat sehingga Bapa Paus di Roma
mengangkat daerah MSC ini menjadi daerah gerejawi sendiri, terpisah dari Vikariat Apostolik Jakarta,
dan menjadi Prefektur Apostolik
Purwokerto yang ditetapkan pada tanggal 25 April 1932 dengan Pastor
BJJ. Visser, MSC sebagai Prefek
Apostoliknya. Upacara pelantikan Mgr. (Monseignour) BJJ. Visser, MSC
sebagai Perfek Apostolik Purwokerto dilakukan pada tanggal 2 Agustus 1932
dengan upacara gerejawi di Purwokerto.
Pada
21 Agustus 1932, Mgr. BJJ. Visser MSC
mengunjungi Paroki Tegal dengan disambut upacara gerejawi dan resepsi. Beliau
juga berkenan menerimakan Sakramen
Penguatan Pertama kepada 90 umat Katolik di Paroki Tegal yang dilakukan
pada tanggal 13 November 1932.
Tercatat pula pada Prefektur Apostolik Purwokerto bahwa pada tanggal 20 Oktober
1933 telah diselenggarakan Pertemuan Seluruh Angkatan Muda Katolik se-Prefektur
Apostolik Purwokerto yang dipusatkan di Paroki Tegal, dengan tujuan untuk
mengumandangkan semangat misioner.
Pada 19 Oktober 1933 di Paroki Tegal
kedatangan dua Pastor yaitu Pastor Dr.
S. Van De Werf, MSC yang mendapat tugas untuk mengembalakan umat Katolik
golongan Eropa, dan Pastor B.
Kockelkoren, MSC yang diserahi tugas untuk melayani umat golongan
Tionghoa. Pastor Dr. V.D. Werf, MSC berkarya di Paroki Tegal hingga tahun 1939,
sementara Pastor B. Kockelkoren, MSC berakhir tanggal 21 Juni 1934 dengan
kepindahan tugas beliau ke Cilacap.
Pada
26 Oktober 1934 datanglah enam Bruder Van Liefde atau Bruder
Caritas di Tegal yaitu Br. Canisius, Br. Leoninus, Br. Libanius, Br. Morenas,
Br. Rigaldus, dan Br. Clematus. Para bruder ini untuk sementara tinggal di
rumah sewaan karena gedung sekolah dan biara belum selesai dibangun. Pada 11 Febuari 1935 selesailah pembangunan
gedung sekolah dan biara bruderan “Santo
Paulus” dan peresmiannya diberkati oleh Mgr. BJJ. Visser, MSC. Dari
sinilah dimulai karya para bruder di bidang pendidikan.
Pada saat ini gedung HCS
digunakan untuk SMP Pius, sementara Biara Santo Paulus dipergunakan untuk
Klinik “Santa Maria”. Biara “Santo Paulus” pada jaman pendudukan Jepang dijarah
dan dibumi hanguskan, sehingga tinggal tembok-temboknya saja dan puing-puing
reruntuhan.
Dengan didirikan dan
dibukanya sekolah Holand Chinese School (HCS), yaitu SD berbahasa Belanda, oleh
para bruder, maka secara tidak langsung sekolah ini mempunyai andil dalam
memperkenalkan agama Katholik di sekitar kota Tegal. Br. Juventialis mendirikan koor (paduan suara) dan harmonica club
yang anggota-anggotanya adalah murid-murid H.C.S. Bruderan, dengan nama “St Paulus Koor & Harmonica Club”.
Dan sebagian besar anggota paduan suara tersebut terdiri dari putra-putra
altar, (saat itu belum diperkenankannya putri altar). “St. Paulus Koor &
Harmonica Club” ini dikenal sampai di wilayah se-Karesidenan Pekalongan. Selain
itu juga dibentuk kelompok Kepanduan/Pramuka untuk anak-anak HCS (SD). Pada
hari-hari besar dan liburan sekolah, para Bruder membawa anak-anak ini
berkunjung dan tampil antara lain di Brebes dan kota-kota lain di sekitar
Tegal. Bersamaan dengan itu pula para Bruder berkenalan dengan para orangtua
murid. Dari situlah mulai dikenal agama Katholik di sekitar Tegal terutama di
Brebes. Hal ini terjadi sekitar tahun 1937 sampai dengan tahun 1940.
Tercatat pada 22 April 1935, Murder Valeria meninggal dan dimakamkan di Kerkop Tegal.
Meninggalnya Murder Valeria memang meninggalkan dukacita tetapi di sisi lain
juga menumbuhkan optimisme karena berdiri Perkumpulan Wanita Katolik di Tegal dengan nama pelindung Santa Maria dan Santa Anna. Setelah itu bertumbuh pula
organisasi-organisasi umat katolik di Paroki Tegal, di antaranya pada 11 Agustus 1937 berdiri Perkumpulan Pemuda Katolik dengan nama
Santa Maria Diangkat Ke Surga
dan Santo Yoseph.
Sekitar
tahun. 1937 Pastor Th. Kouw, MSC mulai dengan memberi pelajaran agama katolik di
Brebes pada beberapa orang Tionghoa di rumah keluarga Nie Ek Gie. Kemudian sebulan sekali diadakan misa di tempat yang
sama (rumah tersebut terletak di Jalan Diponegoro, namun kemudian dibongkar dan
dijadikan kantor Kabupaten). Ini berlangsung terus sampai Pastor M. Neyens, MSC menggantikan Pastor
Kouw, MSC sebagai Pastor Paroki. Pada waktu itu umat Brebes baru terdiri dari 3
keluarga Tionghoa, 1 keluarga Belanda dan seorang guru sekolah HIS.
Pada
5 September 1937 terjadi peristiwa yang membanggakan
yaitu dengan diterimakannya Sakramen Penguatan bagi 109 umat, ini merupakan Sakramen Penguatan yang kedua terjadi di
Paroki Tegal.
Pada
18 Januari 1939 Kapel Bruderan diberkati oleh
Mgr. BJJ. Visser. Lalu pada tanggal 7 Mei 1939 peristiwa besar terjadi pertama kali di Tegal yaitu Misa Mulia
untuk ujud pentahbisan Imam J.
Pijnappels yang Ibu dan saudaranya tinggal di Tegal, dilakukan oleh Mgr.
Visser, MSC.
Di samping
peristiwa-peristiwa besar tetapi juga ada peristiwa yang memprihatinkan yang terjadi
pertama kali di Paroki Tegal, tepatnya tanggal 2 Januari 1940 yakni hilangnya
kotak-kotak Dharma Bhakti di Gereja yang dibawa kabur oleh pencuri, dan setelah
itu masih juga terjadi beberapa kali kehilangan semacam itu karena ulah umat
kita sendiri yang kurang bertanggung jawab.
Status Perfektur
Apostolik Purwokerto ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Purwokerto pada 16
Oktober 1941. Menjelang perang dengan Jepang tahun 1942 Pastor M. Neyens, MSC
dipanggil masuk dinas militer Belanda sebagai Pastor Militer (Almoezenier).
Pada
tahun 1942, masuklah tentara Jepang melalui jalur laut dengan terlebih dahulu
membombardir sekitar perairan pantai Tegal. Invasi Jepang ini menghancurkan
hampir seluruh bangunan yang ada di sekitar pelabuhan, termasuk diantaranya bangunan
gereja Katolik.
d.
1943 – 1947
Pada tahun 1943, Pastor H. Van Oers, MSC yang menggantikan Pastor
M. Neyens, MSC ditangkap tentara Jepang dan diinternir. Masa pendudukan Jepang ini
merupakan masa sulit bagi Gereja katolik. Semua Pastor, Bruder, Suster Belanda
ditangkap oleh tentara Jepang. Semua milik gereja dan gedung-gedung sekolah
dirampas. Para Pastor, Bruder dan Suster Belanda diinternir/dipenjara
terpisah-pisah ada yang di Pekalongan, Ambarawa dan kota-kota lain. Satu-satunya
imam yang melayani umat di Perfektur Apostolik Purwokerto adalah Romo Th. Padmowijojo, MSC yang merupakan
Pastor asli Indonesia. Selama masa ini, ia mengunjungi Paroki-Paroki di
Perfektur Apostolik Purwokerto secara bergiliran dengan mengendarai sepeda.
Sebelum ditangkap, Romo
H. Van Oers, MSC tinggal di sebuah hotel di Jl. Gayam dan para Suster menempati
rumah yang difungsikan pula sebagai kapel, sebelah utaranya (sebelah utara SMKN
3 Jl. Gajah Mada). Biara susteran oleh penguasa Jepang dijadikan Kamp tahanan
untuk para wanita dan anak-anak Indo Belanda sampai akhir pendudukan Jepang.
Kemudian bekas kamp ini pada awal kemerdekaan RI dijadikan markas ALRI dan
kemudian ditetapkan sebagai Gedung
Bersejarah ALRI.
Setelah pendudukan Jepang, karena tidak ada lagi
gedung gereja dan Pastoran, maka untuk sementara digunakanlah rumah sewaan,
mula-mula di sebuah rumah di Kraton Zuid (sekarang Jl dr Sutomo) sebelah timur
Gereja Kristen Jawa, kemudian pindah lagi beberapa rumah sebelah timurnya. Kemudian
disewalah pula sebuah rumah di sekitar Jl. Gayam (sekarang Jl. Gajah Mada,
sebelah utara apotik Gajah Mada). Pastor Van Bilsen, MSC tinggal di situ sampai kemudian pada tahun 1947 beliau digantikan oleh
Pastor William Schoemaker, MSC.
e.
1947 – 1958
Pada
tahun 1948, Paroki Tegal kedatangan empat
Suster dari Purworejo yang merupakan rombongan Suster pertama yang datang dari
Purworejo ke Tegal antara lain Sr. Christophora dengan tujuan untuk melihat
bekas biara susteran dan mengevaluasi apakah masih bisa diperbaiki. Karena
belum ada biara, keempat suster ini selama beberapa minggu tinggal di rumah keluarga
Nie Ek Gie, di Jl. Gili Toegel no. 2 (sekarang Bank Niaga Jl. Jend Sudirman)
sampai pada akhirnya para suster mendapat rumah sewaan di Jl Gili Toegel
sebelah barat (sekarang hotel Palapa), dan untuk sementara tinggal di rumah
sewaan tersebut hingga biara dapat ditempati lagi (Jl. Kapten Ismail sekarang).
Sementara itu gereja
darurat di Jl Gayam terasa menjadi terlalu kecil untuk menampung umat, maka
pindahlah ke gedung olah raga di kompleks biara susteran . Lama kelamaan gedung
olah raga itu pula juga terlalu kecil untuk menampung umat yang jumlahnya terus
meningkat dan mulai dipikirkan untuk membangun gereja yang lebih besar.
Pada 31
Mei 1950, setelah masa pendudukan Jepang berakhir, Romo W. Schoemaker, MSC diangkat
menjadi Vicaris untuk Vicariat
Apostolik Purwokerto. Pada suatu hari dalam rangka kunjungan ke Tegal,
Romo W. Schoemaker bertemu kembali dengan W. Scholten dan Bapak Uskup
mengingatkan beliau akan janjinya dahulu untuk membangunkan gereja bagi umat
Katolik di Tegal.
Pembangunan gedung gereja
ini tak lepas dari cerita unik yang pernah dikisahkan oleh Romo R. Hoos, MSC.
Konon, pada waktu Romo William Schoemaker, MSC diinternir oleh tentara Jepang
di Pekalongan, beliau berada dalam satu sel dengan seorang yang bernama William Scholten, seorang ahli
bangunan dan pemborong. Mereka secara kebetulan bernama kecil sama “William”.
Karena berada dalam satu sel mereka berdua sangat akrab satu sama lain. Suatu
hari Scholten berjanji pada Romo W. Schoemaker, MSC bahwa dia akan membangunkan
sebuah gereja untuk Romo W. Schoemaker apabila mereka berdua dapat bebas keluar
dengan selamat dari sel.
Menanggapi permintaan Romo W. Schoemaker, MSC, Bapak W. Scholten
pun menyanggupi untuk memenuhi janji lamanya tersebut. Maka pada tanggal 1 Juni 1958 diletakanlah batu pertama
oleh Bapak Uskup. Dalam waktu relatif singkat selesailah pembangunan gereja dan
diberkati oleh Mgr. W. Schoemaker, MSC
pada tanggal 23 November 1958.
f. 1959 – 1970
Pada 3
Januari 1961 terjadi kabar gembira bagi Vikariat Purwokerto karena statusnya
ditingkatkan menjadi Keuskupan Purwokerto bersamaan dengan berdirinya hirarki
Gereja Katolik Indonesia. Sebagai uskup pertama untuk Keuskupan Purwokerto
adalah Mgr. W. Schoemaker MSC.
Pada tahun 1962, dibekas
puing-puing “Biara Santo Paulus” Tegal dibangun R.S. Bersalin “Santa Maria” yang dikelola oleh para Suster PBHK
dengan Suster Theresia, PBHK
tercatat sebagai bidan pertama R.S. Bersalin “Santa Maria”.
Pada 8 Desember 1963 Rumah Sakit Bersalin
ini diresmikan dan dibuka untuk umum. RS Bersalin ini berdiri hingga tahun
2000.
Pada
tahun 1965 pada masa pergolakan PKI
tersiar kabar bahwa gereja akan dibakar oleh “massa” dan para aktivis serta
Romo Paroki akan ditangkap. Dengan tersiarnya berita tersebut umat Paroki Tegal
dengan setia dan suka rela tiap malam berjaga di sekitar gereja dan pastoran
secara bergiliran sampai keadaan aman kembali.
Pada tahun yang sama, ada
sebuah badan yang bernama MUSKAT
(Musyawarah Umat Katolik) yang pengurusnya terdiri dari ketua-ketua organisasi
yang ada waktu itu seperti Partai Katolik, Pemuda Katolik dan lain sebagainya.
MUSKAT pada waktu itu diketuai oleh Bapak F.X.L. Sumadi, yang sekaligus menjabat sebagai sekretaris Partai
Katolik mewakili sebagai anggota DPRD Kodya (Kota) Tegal. Sedang ketua Partai
Katolik dipegang oleh Bapak R. Soeripto.
Sampai beberapa tahun MUSKAT ini merupakan lembaga semacam “Dewan Paroki”
Pada Januari 1966 Romo Hoos, MSC kembali ke
Nederland dan digantikan oleh Romo H. Westerkamp, MSC. Pada tahun 1966, terjadi
peristiwa bersejarah yang membanggakan bagi Gereja Hati Kudus Yesus Paroki
Tegal yakni ditahbiskannya Frater Johanes Sunarto Sukmana, MSC
menjadi Imam MSC pada tanggal 15 Agustus 1966.
Lebih kurang tiga tahun
kemudian, tepatnya pada 8 Januari 1969, seorang Putra Daerah Asli Tegal yaitu Frater Joseph Suwatan, MSC ditasbiskan menjadi Imam. Beliau adalah “Putra
Tunggal” keluarga Th. Chair Wakim (Tan Kwan Kiem) pemilik Hotel Kota di Jalan
Brigjend Katamso Tegal, dan sekarang Mgr. Suwatan, MSC menjadi Uskup Emeritus Keuskupan Manado.
Pada waktu Pastor H. Westerkamp, MSC bertugas di Paroki Tegal, dan untuk mempermudah pelayanan
terhadap umatnya, maka dibentuklah Kring-kring atau di Paroki Tegal lebih
dikenal dengan istilah wilayah,
pada awal mula dibentuklah 7 (tujuh) kring.
g. 1971 – 1989
Pada tahun 1971, sewaktu
Romo Putu Hardjojo, MSC berkarya di Paroki Tegal, karena
perkembangan kuantitas umat, maka dari 7 kring yang sudah ada dikembangkan lagi
menjadi 11 kring. Pada tahun 1982, oleh Romo
H. Merung, MSC ditambah
lagi 2 kring.
Pada 8 Desember 1982 Stasi Santa
Maria Immaculata Slawi, berdiri menjadi sebuah Paroki dengan nama Paroki
Maria Imaculata Slawi yang wilayahnya meliputi stasi-stasi: Jatibarang,
Balapulang, Pangkah, Margasari dan Pagerbarang dengan gembala pertama Pastor Hendricus Obbens, MSC.
Perkembangan dan pembangunan di Paroki Tegal terus berjalan. Tercatat pembangunan fisik Aula
Paroki pada tahun 1980 yang dibangun semasa Romo N.Wijte, MSC kemudian oleh
Romo H. Merung, MSC diperluas ke timur sampai ke Jl Kapten Ismail, dan oleh
Romo H. Merung, MSC aula ini diberi nama “Aula Karya Kasih”. Romo J.H. Van de Pass, MSC yang kemudian
bertugas lagi di Tegal untuk kedua kalinya (1984-1988). Beliau menambah
perubahan lingkungan gereja, halaman belakang pastoran yang tadinya lapangan
olahraga dijadikan tempat parkir kendaraan roda dua dan disebelah barat
dijadikan kebon pastoran.
Tahun 1984, Romo J.H. Van De Pas, MSC menambah satu kring lagi yaitu
Kring XIV dengan ketua wilayah Bapak A. Kasno.
Romo J.H. Van de Pas, MSC
pulalah yang mulai menjajaki kemungkinan untuk membangun gedung Gereja di
Mejasem dan beliau pulalah yang kemudian giat mengumpulkan dana baik di Paroki
maupun di tempat lain seperti di Jerman sehingga dalam waktu tidak terlalu lama
sudah bisa dikumpulkan dana yang sementara cukup untuk membeli sebidang tanah
di Mejasem. Kemudian dibentuklah panitia pembangunan gereja di Mejasem dengan
ketua Bp. J. Koesman.
Dengan kembalinya Romo
J.H. Van de Pas, MSC ke Nederland pada tahun 1988, maka sebagai penggatinya
pengembala umat di Paroki Tegal adalah Romo
Julius Paiman, MSC. Banyak perubahan yang dilakukan beliau di Paroki Tegal di antaranya yang
tidak dapat dilupakan oleh umat Tegal yaitu kunjungan ke umat dengan naik sepeda. Hal ini rasanya sudah
tidak pernah dilakukan lagi oleh para romo hingga saat ini.
Romo Julius Paiman, MSC pada tanggal 27 Juli 1988 meletakkan batu pertama
sebagai dimulainya pembangunan Gereja di Mejasem. Pada tahun 1989 oleh Romo Julius Paiman, MSC dikembangkan lagi menjadi delapan belas Wilayah, di antaranya pengembangan wilayah Santo
Andreas menjadi dua wilayah yaitu wilayah Santo Andreas sendiri dan Santo
Albertus Magnus sebagai wilayah baru, dan juga berdirilah wilayah Santo Stefanus, yang merupakan
perkembangan dari wilayah Santo Yusuf.
h.
1990 – 2004
Pada tanggal 17 Januari
1990 ditahbiskanlah Romo A. Ardiatmono,
MSC. Dalam barisan gembala umat ini, ada pula Nikolaus Trishendi Adi Seputra, MSC yang pernah dibesarkan di
Tegal, ditahbiskan tanggal 1 Februari 1989 di Purwokerta, dan sekarang beliau
berkarya sebagai Uskup Agung di
Merauke.
Masa bakti pengembalaan
Romo Julius Paiman di Paroki Tegal berakhir pada bulan April 1992, dan
selanjutnya di Paroki Tegal digembalakan oleh Romo Ign. Hadisiswaya, MSC sebagai Romo Paroki dan dibantu oleh Romo F.X. Swibaktata, MSC.
Dengan kepindahan tugas Suster Maria Assumpta, PBHK pada bulan
Maret tahun 1996, maka RS Bersalin Santa Maria mengalami kemunduran dan
akhirnya ditutup pada tahun 2000. Gedung bekas RS Bersalin ini dikembalikan ke
Keuskupan Purwokerto. Mulai tahun 2003 gedung kosong tersebut digunakan untuk
Tempat Tahun Orientasi Rohani bagi calon imam diosesan Keuskupan Purwokerto,
yang lebih dikenal dengan nama TORSA
(Tahun Orientasi Rohani Santo Agustinus).
Sekali
lagi Putra Daerah Asli Tegal yang bernama
Andreas Sugijopranoto, SJ
ditahbiskan menjadi Imam di Yogyakarta pada tanggal 28 Juli 2000. Beliau pernah
menjabat sebagai Regional Director Asia
Pasific dari Jesuit Refugee Service
dan bertugas di Bangkok, Thailand, setelah kembali di Indonesia beliau
ditugaskan di pedalaman Irian Jaya, dan pada tahun 2007 mendapat tugas belajar
ke Denver, Colorado, USA. Beliau merupakan Putra pengusaha Teh Cap Gentong
Jalan Jendral Achmad. Yani Tegal.
Stasi Santa Maria Fatima Brebes, menjadi
Paroki pula pada 15 Mei 2002, yang wilayahnya meliputi stasi-stasi: Tanjung,
Jatibarang (mengambil bagian dari Paroki Slawi karena didasarkan atas wilayah
Kabupaten), dengan gembala pertama Romo
Yoseph Pratiknyo Wiryodikoro, MSC.
i. 2005 – 2017
Pada
tahun 2005, pada saat Romo AE. Wignyoseputro, MSC sebagai Romo Paroki Tegal, Stasi
Mejasem mulai ditata batas teritorialnya sebagai persiapan untuk menjadi paroki
seperti yang sekarang ini.
Dalam perkembangannya
pada tahun 2006, pada saat Romo
E. Suparmanto, MSC menjadi Pastor Paroki Tegal terjadi pemekaran wilayah lagi,
dimana wilayah Santo Stefanus (Taman Sejahtera) dimekarkan menjadi 2 (dua)
wilayah yaitu Stefanus dan Carolus Boromeus (Citra Bahari). Pada
awal pemekaran ada sedikit persoalan, terutama karena ada sebagain warga yang
tidak menghendakinya. Tetapi dalam perjalanan waktu persoalan itu terselesaikan
dengan baik. Warga wilayah menyepakati mengganti nama Wilayah Stefanus menjadi
Teresa, dengan maksud supaya wilayah itu sungguh-sungguh menjadi “baru”,
melupakan persoalan lama. Wilayah Santa Maria juga dimekarkan menjadi 2, yaitu
wilayah Santa Maria sendiri dan
wilayah Santo Benedictus. Dengan
pemekaran tersebut di lingkungan kota Paroki HKY Tegal, hingga
sekarang ini ada 14 wilayah.
Pada saat bersamaan
dengan 80 tahun berdirinya Paroki Tegal, pada tanggal 20 Oktober 2007, Stasi Santo Yosef Mejasem diresmikan menjadi
Paroki dengan gembala pertamanya Romo Fl.
Miranto, MSC.
Pada
masa penggembalaan Romo E. Suparmanto, MSC, sesudah pembangunan gedung Gereja
selesai, pada tahun 2008 dibangunlah Taman Rohani Hati Kudus Yesus di belakang
Pastoran. Taman Rohani ini dimaksudkan untuk menjadi tempat pengembangan devosi
Hati Kudus Yesus yang menjadi pelindung Paroki Tegal. Di Taman Rohani ini
dibangun pula Patung Hati Kudus Yesus dan dilengkapi dengan Patung Jalan Salib
di tembok keliling serta Patung Pieta. Sejak saat itu hingga sekarang, pada
setiap tahun, mulai pada bulan September hingga Mei, di Taman rohani
diselenggarakanlah Novena Hati Kudus Yesus. Kemudian Taman Rohani ini dibangun
secara permanen pada tahun 2017.
Dikutip dan direvisi dari buku kenangan 90 tahun Paroki HKY Tegal.
No comments