Latest News

'

Renungan 4 Oktober 2018, Ayub 19:21-27


"Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikanNya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu" (Ayub 19:25-27).

Kata-kata Ayub ini sungguh luar biasa. Bagaimana mungkin dalam penderitaannya yang bertubi-tubi itu Ayub masih bisa mengatakan bahwa Penebusku hidup. Dan walaupun kulit tubuhnya sudah rusak dan tanpa daging, ia masih bisa melihat Allah? Itulah Ayub. Dalam kesedihannya ia menyatakan bahwa Allah akan menebusnya. Inilah gambaran iman Ayub akan Allah.

Pengalaman iman Ayub ini rasanya menumbuhkan semangat baru bagi kita di tengah situasi duka cita yang amat dalam berkaitan dgn perustiwa gempa dan tsunami di Donggala dan Palu. Di tengah korban manusia yang ribuan jumlahnya dan hancurnya berbagai infrakstruktur, kita menjadi sangat sulit memahami harapan kita. Terlebih ketika kita menghadapi orang-orang yg menjadi korban itu adalah orang-orang yang tidak bersalah. Mengapa mereka harus menderita dan mati? 

Ayub dan kita, orang-orang kristiani tidak hanya meletakkan harapan kita, pada hidup di dunia ini saja melainkan pada dunia yang akan datang. Kita meyakini bahwa kemenangan akhir atas kematian adalah penebusan kita. Jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia (bdk. 2 Kor 5:1). Rasul Paulus berkata, "Hai maut, di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" (1 Kor 15:55). Maut bukanlah akhir dari segala-galanya. 

Dengan membaca Kitab Ayub ini, iman dan harapan kita pun ditumbuhkan dan dikuatkannya terutama di saat kita sedang menghadapi berbagai macam persoalan yang sulit dipecahkannya. Hanya iman dan harapan akan Tuhan, yang dapat menjawabnya. Mari kita belajar beriman dan berharap seperti Ayub.

(Rm Y. Suratman)

No comments