Minggu Paskah VII/C: Bersatu di dalam Kristus
Meskipun Saulus (yang kemudian menjadi Paulus) tidak berpartisipasi secara aktif dalam
pembunuhan Stefanus, Bacaan Pertama hari Minggu Paskah VII/C ini (Kis 7:55-60)
menceritakan bagaimana para saksi meletakkan jubah mereka di depan kakinya. Menyaksikan sendiri ketidakadilan pengadilan Stefanus, Saulus bertindak pasif di hadapan apa
yang terjadi di depan matanya. Apakah yang dilakukan Saulus ketika orang banyak
ini marah dan memutuskan untuk melempari Stefanus dengan batu?
Saat itu, Saulus hanya menonton peristiwa itu tanpa
bereaksi. Meskipun itu adalah tontonan yang sangat menjijikkan dan tidak
manusiawi, ia tidak melakukan apa pun. Entah ia bingung akan apa yang sedang
terjadi, entah ia menyetujui penghukuman semacam itu, atau entah ia takut
menunjukkan reaksi yang bertentangan dengan orang banyak yang sedang marah.
Yang jelas terlihat dalam kisah itu adalah adanya kesenjangan besar yang
memisahkan Stefanus dan Saulus. Di satu sisi, Stefanus yang dipenuhi Roh Kudus
akan segera dibunuh karena iman dan kesaksiannya; dan di sisi lain, dari
kejauhan dan tanpa bereaksi, Saulus menyaksikan secara langsung kekerasan itu.
Sikap Saulus selama peristiwa pembunuhan Stefanus
mengajak kita merenungkan dan mempertanyakan kepengecutan kita, ketidakmampuan
kita untuk mengkritik dan menolak kekerasan yang terjadi di sekitar kita.
Saulus menjaga jubah para saksi. Dia tahu bahwa orang banyak ini akan membunuh
Stefanus. Ia menyadari bahwa sistem mahkamah agama waktu itu hendak membungkam kesaksian
Stefanus akan Yesus yang bangkit. Tidak bereaksi dan tidak menentang, Saulus
sesungguhnya, tanpa disadarinya, ambil bagian dalam kekerasan yang terjadi di
depan matanya.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Saulus bergabung
dengan kelompok radikal yang menganiaya orang-orang Kristen. Namun
perjumpaannya dengan Yesus Kristus di tengah perjalanan menuju Damsyik mengubah
jalan dan pandangan hidup Saulus. Ia mendengar suatu suara yang berkata
kepadanya: “‘Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?’ Jawab Saulus: ‘Siapakah
Engkau, Tuhan?’ Kata-Nya: ‘Akulah Yesus yang kauaniaya itu.’“ (Kis 9:5).
Perubahan nama dari Saulus menjadi Paulus menandakan perubahan dirinya. Di
bawah bimbingan Roh Kudus, Paulus mengubah sikapnya dan meninggalkan sikap
pasif maupun radikal untuk menjadi pewarta Kabar Gembira Injil. Ia menjadi
Saksi Kristus, dan hidupnya didedikasikan sepenuhnya untuk hidup dalam
kedamaian Kristus. Perubahan hidup semacam inilah yang digambarkan dalam bacaan
kedua hari ini : “Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan
memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang
ke dalam kota itu.” (Why 22:14)
Merenungkan warta Sabda Tuhan hari minggu ini, kita
menyadari bahwa tanpa sadar kita pun terkadang menjadi saksi-saksi bisu, tanpa
reaksi dan dengan demikian ambil bagian dalam kejahatan, diskriminasi atau
kekerasan yang dilakukan oleh orang lain. Berdiam diri di hadapan kejahatan
yang terjadi di depan mata berarti ambil bagian di dalamnya.
Di dalam Bacaan Injil hari ini, kita mendengarkan doa
Yesus bagi kita: “Aku berdoa [...] supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga
di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
(Yoh 17:20-21) Bersatu di dalam Kristus, berarti bersatu di dalam kasih dan
kebaikan-Nya, ambil bagian secara aktif dalam karya keselamatan-Nya. Saulus,
yang kemudian menjadi Paulus, diguncangkan, disadarkan dan diselamatkan berkat
perjumpaan dengan Kristus. Semoga kita semua senantiasa hidup dalam perjumpaan
semacam itu! Kita berjumpa dengan Yesus Kristus ketika kita hidup di dalam
persekutuan umat beriman, ketika kita membaca dan merenungkan Alkitab, serta ketika
kita ambil bagian dalam perayaan-perayaan Sakramen-sakramen, khususnya
Ekaristi.
No comments