Latest News

'

Minggu Biasa 31/B : Hukum yang paling utama


Warta Sabda Tuhan yang kita dengarkan di Hari Minggu Biasa XXXI/B ini banyak berbicara tentang hubungan antara Hukum dan Kebebasan manusia. Allah memberikan Hukum Taurat kepada bangsa Israel pada saat mereka ini berada di antara masa perbudakan di Mesir dan masa pembebasan di Tanah terjanji. Hukum dari Allah bukanlah sekedar peraturan dan perintah, ia melayani kehidupan dan relasi antar manusia. Hukum Tuhan melindungi dan menjamin kebebasan di Tanah terjanji.

Pengakuan iman
Bacaan pertama minggu ini (Ul 6:2-6) adalah salah satu teks terkenal dari Perjanjian Lama dan menjadi semacam pengakuan iman atau Credo bagi orang Israel. Teks ini mengingatkan umat Israel tentang syarat-syarat Perjanjian yang mereka buat dengan Allah sejak keluaran dari Mesir dan tentang perlunya pertobatan terus-menerus. Allah menjanjikan kebahagiaan dan kesuburan bagi mereka yang mempraktekkan perintah-perintahNya : “Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya” (Ul 6:3). 

Perintah-perintah Tuhan ini diawali dengan sebuah ungkapan yang indah : “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul 6:4-5).  Maka jika kita ingin menghidupi Hukum-Nya, hal pertama yang perlu dilakukan adalah “mendengarkan” karena hanya Tuhanlah yang dapat mengajari kita jalan yang benar. Sepanjang hidup mereka, orang-orang Yahudi selalu membaca doa ini pagi dan sore. Mereka bahkan menuliskannya di atas pakaian, agar jangan sampai mereka melupakannya dan terutama juga supaya mereka bisa terus mempraktikkannya.

Dalam Alkitab pun dikisahkan bahwa orang-orang beriman meneruskan kecintaan sejati terhadap Hukum dari Allah : “Mulut orang benar mengucapkan hikmat, dan lidahnya mengatakan hukum; Taurat Allahnya ada di dalam hatinya, langkah-langkahnya tidak goyah” (Mzm 37:30-31). Perintah-perintah Allah ini tidak dianggap sebagai hadiah Allah Bapa bagi anak-anaknya, tetapi merupakan satu-satunya nasihat yang benar untuk hidup dengan baik. Bagi orang beriman, perintah-perintah Tuhan itu sungguh manis “lebih dari pada madu bagi mulutku” (Mzm 119:103). Maka kita pun melihat bahwa sejak dari awal Perjanjian Lama, keseluruhan Alkitab merupakan suatu proses pembelajaran akan cinta kasih dan kehidupan dalam persaudaraan.

Kebaruan dari Perjanjian Baru
Surat kepada orang Ibrani yang kita dengar dalam bacaan kedua (Ibr 7:23-28) mengingatkan kita bahwa umat Allah sering kali tidak dapat menjalankan hukum dan cita-cita indah yang diusulkannya. Institusi para imam didirikan untuk mengingatkan mereka tentang jalan yang perlu diikuti, tetapi mereka ini pun hanyalah manusia biasa yang berdosa dan fana; karenanya mereka perlu mempersembahkan korban setiap hari yang bagaimanapun juga tetap tidak mencukupi. Kebaruan datang dalam Yesus Kristus: keseluruhan hidup-Nya lah secara bebas diberikan kepada kita untuk mewujudkan kasih Bapa. 

Pengorbanan diri Yesus Kristus itulah tindakan suci yang akan membebaskan kita. Kristus adalah imam sempurna. Dengan sukacita yang luar biasa, Bapa-Nya pun mengatakan kepada Yesus: “Duduklah di sebelah kanan-Ku... Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek” (Mzm 110:1.4). Jemaat Kristen perdana, yang akrab dengan Alkitab, takjub ketika mengetahui bahwa Kristus mempunyai semua kualitas ideal yang mereka harapkan dari seorang raja dan seorang imam: mereka pun bisa dengan yakin mengikutinya dan bahkan mengidentifikasikan diri dengannya, dengan menerima semua kekuatan yang diperlukan untuk menjadi orang beriman sejati.

Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah
Dialog antara Yesus dengan Ahli Taurat dalam Injil hari ini (Mrk 12:28-34) memungkinkan si Ahli Taurat untuk kembali ke masalah pokok. Bagi banyak orang pada waktu itu, kata-kata “perintah” atau “hukum” telah kehilangan dinamika internalnya : kedua kata ini dihormati karena memang seharusnya demikian dan bukannya karena tujuan dan kemendalamannya. Dengan demikian, maka orang pun mencintai Tuhan dan sesama sekedar karena hal itu diwajibkan oleh hukum. Kasih pun kehilangan maknanya : kasih pun tidak timbul dari dorongan untuk menanggapi kasih. Padahal, tanpa kasih mustahil bagi kita untuk menjadi setia: hukum akan menjadi bermakna jika ia melayani cinta kasih. Itulah godaan utama terkait dengan pelaksanaan hukum : menghindarinya atau justru memperumitnya.

Ahli Taurat yang berbicara kepada Yesus menunjukkan bahwa ia telah memahami makna terdalam dari hukum: kesetiaannya yang mendalam dan nyata tidak didasarkan pada rasa takut akan hukuman, namun karena kasih. Maka Yesus berkata kepadanya : Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah! (Mrk 12:34).

Yesus pun memperluas gagasan tentang sesama dengan melawan segala bentuk pengucilan dan membuat cinta kepada Allah dan sesama menjadi sebuah cinta yang satu dan tak terpisahkan. Ia memberi kita Roh-Nya untuk menerangi dan menguatkan kita sehingga kita pun dimampukanNya untuk benar-benar mencintai. Kita pun akan dikenali sebagai murid-murid Kristus dari kasih yang kita punyai satu sama lain.

(Rm. D. Dimas Danang A.W.)

No comments