Latest News

'

Renungan 3 Oktober 2018, Ayub 9:1-12.14-16


"Apabila Ia melewati aku, aku tidak melihatNya dan bila Ia lalu, aku tidak mengetahui. Apabila Ia merampas, siapa akan menghalangiNya? Siapa akan menegurNya: Apa yang Kaulakukan? Allah tidak menahani murkaNya... Walaupun aku benar, aku tidak mungkin membantah Dia, malah aku harus memohon belas kasihan kepada yang mendakwa aku" (Ayub 9:11-12.15).

Penderitaan kerap dihubungkan dengan kesalahan atau pun dosa. Karena bersalah atau berdosa maka orang itu menderita. Maka ada paham soal hukum karma. Benarkah paham ini? Bahwa penderitaan itu karena kesalahan dan dosa? Lalu bagaimana dengan Allah yang maha kuasa dan penuh kasih? Apakah Dia tak dapat mengatasi kejahatan dan penderitaan itu?

Penderitaan itu memang sebuah misteri yang tak mudah dijawab. Kitab Ayub mencoba merefleksikan persoalan penderitaan itu dan menunjukkannya bahwa penderitaan itu tidak selalu karena akibat dosa atau kesalahan. 

Sahabat-sahabat Ayub meyakinkan dia bahwa Ayub telah melakukan kesalahan di hadapan Tuhan, kalau tidak demikian dia tidak akan menderita. Namun Ayub yakin bahwa ia benar. Ini bukan karena dia sombong namun karena ia memang tidak berbuat salah. Bagaimana ia harus mengaku bersalah jika ia memang tidak berbuat sesuatu yang salah? Kalau demikian lalu mengapa penderitaan itu terjadi?

Berbagai bentuk penderitaan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang jahat maupun oleh alam seperti gempa bumi, tsunami, kebakaran dan sebagainya, tidak begitu saja bisa dikaitkan dengan Allah. Apalagi dikaitkan dengan hukuman dari Allah bagi orang-orang yg berdosa. Hal itu dijelaskan dari jawaban Ayub kepada para sahabatnya. "Walaupun aku benar, aku tidak mungkin membantah Dia, malah aku harus memohon belas kasihan kepada yang mendakwa aku" (ay 15). Ayub membiarkan penderitaan itu terjadi tanpa harus membantah Tuhan. Sikap Ayub inilah yang kiranya juga perlu kita contoh di saat kita harus menghadapi berbagai penderitaan yang mungkin harus kita alami. Dan kita makin diperteguh jika kita mempersatukan penderitaan kita dengan penderitaan Yesus di kayu salib. Dia tidak bersalah namun menderita sengsara. Dia menderita bukan karena dikutuk tapi karena menanggung dosa-dosa kita. PenderitaanNya merupakan wujud kasih dan pengorbananNya. Kadang-kadang dibutuhkan pengorbanan seperti itu demi kebaikan bersama. Berani menanggung penderitaan?

(Rm Y. Suratman)

No comments