Latest News

'

Renungan 7 September 2018, Luk 5:33-39


Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum.” (Luk 5:33)

Dalam Perjanjian Lama, puasa merupakan ungkapan berdukacita yang dilaksanakan pada hari penghapusan dosa. Karena Yesus dan murid-muridNya sudah tidak lagi mengikuti tradisi itu maka menjadi perhatian dari orang-orang Farisi dan para murid Yohanes. Lalu Yesus menjelaskan dengan sebuah ilustrasi mengapa orang itu berpuasa yaitu saat mempelai tidak ada di antara mereka. Mempelai itu adalah gambaran tentang Allah. Dan pada saat Allah hadir orang tidak perlu lagi berduka cita tapi harus bersukacita.

Lalu dijelaskan lebih lanjut bahwa aturan yang lebih tua tidak lagi cocok dengan situasi yang baru. Situasi yang baru menuntut pola hidup dan aturan baru pula. Itulah yang Ia katakan bahwa anggur yang baru tidak diisikan dalam kantong kulit yang tua karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru supaya keduanya terpelihara dengan baik.

Melalui Injil hari ini, kita sedang diperlihatkan bahwa Yesus itu menghadirkan kehidupan yang serba baru. Gambaran dan pemahamanNya tentang Allah dan segala ajaranNya, semuanya serba baru. Konsekuensinya pun hal itu menuntut semangat dan cara hidup yang baru pula. Inilah yang menjadi tantangan bagi kita karena kita pun kerap sulit berubah. Kita enggan berubah karena dengan perubahan itu mau tidak mau kita tentu akan masuk dalam situasi yang baru sehingga bisa membuat kita kehilangan kenyamanan. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan menjadi fleksibel, rasanya dibutuhkan pada diri setiap orang supaya bisa masuk ke dalam situasi apapun dan hal itu mengandaikan adanya disposisi batin yang lapang dan bijak. Apakah kita memiliki batin yang bijak seperti ini?

Hal lain yang juga penting adalah mengubah semangat hidup. Ada orang yang mati-matian berpegang teguh pada aturan. Puasa dijalaninya dengan rajin. Tradisi dipegang teguh. Jika semuanya itu dijalankan hanya demi aturan, orang tidak lagi memahami dan menghayati apa yang dilakukan itu dengan baik. Kita melakukannya tidak hanya karena aturan tapi karena membawa kita makin dekat dekat dengan Tuhan.

(Rm Y. Suratman)

No comments