Latest News

'

Renungan 17 September 2018, 1Kor 11:17-34


"Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan yaitu bahwa Tuhan Yesus pada waktu malam Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata, "Inilah tubuhKu yang diserahkan bagimu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku". Demikian juga Ia mengambil cawan sesudah makan lalu berkata, "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu..."." (1Kor 11:23-25)

Kata-kata ini sudah sangat sering kita dengarkan setiap kali kita merayakan Ekaristi atau perjamuan Tuhan. Perayaan Ekaristi sudah menjadi tradisi sejak awal kekristenan. Berarti Ekaristi menjadi sebuah ibadah kristiani yang sudah dihidupi sejak awal mula kekristenan bahkan sebelum Injil ditulis. Ekaristi sudah menjadi bagian dari hidup kristiani. 

Paulus menyampaikan pengajaran tentang perjamuan Tuhan ini kepada komunitas kristiani di Korintus dalam konteks situasi umat yang terpecah-pecah. "Sebab pertama-tama aku mendengar bahwa apabila kamu berkumpul sebagai jemaat, ada perpecahan di antara kamu dan hal itu sedikit banyak aku percaya" (1Kor 11:18). Perpecahan ini menghancurkan kesatuan dan Paulus ingin mengatasi permasalahan ini. Dan Ekaristi menjadi suatu jalan untuk mengatasi hal ini. Paulus mengingatkan mereka bahwa perjamuan Tuhan itu bukan seperti orang yang mau piknik, yang masing-masing membawa bekal makanan dan minuman sendiri-sendiri tapi untuk mengenangkan anugerah tubuh dan darah Kristus yang ditumpahkan bagi keselamatan kita. Seperti Kristus memberikan tubuh dan darahNya kepada kita semua maka kita pun juga hendaknya rela berbagi terhadap sesama. Dengan rela berbagi, kiranya masalah perpecahan di antara umat pun akan teratasi.

Ternyata Ekaristi punya implikasi sosial yang begitu dalam. Kita diajak untuk bersatu dalam wujud saling berbagi; tidak hanya peduli pada dirinya atau kelompoknya sendiri tapi ikut memperhatikan kepentingan orang lain juga. Sudah seperti inikah cara saya memahami dan menghayati Ekaristi itu? Atau ekaristi hanya menjadi ibadah ritual belaka, tanpa dampak sosial apapun?

(Rm Y. Suratman)

No comments