Latest News

'

Paulus: Sebuah catatan Singkat



Pribadi luar biasa yang kita kenal dengan nama Paulus ini lahir di tengah sebuah keluarga yang dilatarbelakangi oleh dua budaya yang berbeda secara dramatis: Yudaisme dari kota Yerusalem dan dunia Yunani-Roma dari kota Tarsus. Sebagai keluarga Farisi, tradisi-tradisi Yahudi dipelihara secara ketat, walaupun mereka hidup di kota ‘kafir’ Tarsus itu. Paulus belajar bahasa Yahudi: Ibrani dan Aram, namun tulisan-tulisannya menunjukkan bahwa dia menguasai bahasa Yunani. 

Segala bakat dan talenta yang dikembangkan oleh Paulus sejak masa mudanya sangatlah penting dalam menyiapkan dirinya untuk panggilan baginya di masa depan. Kemahirannya dalam membuat tenda memampukan dia unjtuk menggunakan tangan-tangannya mencari nafkah dan pada saat yang sama menggunakan pikiran dan lidahnya bebas untuk menyebar-luaskan Kabar Baik.

Mengingat otaknya yang encer dan semangat keagamaan  berapi-api yang ditunjukkannya sebagai seorang muda, maka tidak mengherankanlah apabila keluarganya mengirimnya ke luar negeri (ke Yerusalem) untuk belajar dari seorang rabi yang pakar Kitab Suci, Gamaliel, di Bait Allah di Yerusalem. Dari Gamaliel ini Paulus belajar bagaimana membaca Kitab Suci Ibrani dengan suatu cara yang mengungkapkan pikiran dan tujuan Allah. Paulus sering menggunakan metode-metode rabinik dalam surat-suratnya, memberikan kepada kita suatu bacaan Kristiani tentang teks suci Israel.

Paulus diperkirakan berusia sepuluh tahun lebih muda daripada Yesus, dan mungkin saja dia pernah secara pribadi melihat Yesus ketika memanggul salib menuju bukit Kalvari, namun sumber-sumber kuno tidak sedikit pun menyinggungnya. Apapun kasusnya, sebagai seorang Farisi yang penuh gairah dan penuh komitmen, Paulus tak perlu diragukan lagi memandang orang-orang Kristiani sebagai para penghujat Allah, karena mengklaim bahwa Yesus itu setara dengan satu-satunya Allah Israel yang benar. Dia juga ikut prihatin dengan para pemimpin dan pemuka agama Yahudi, yang memandang keberadaan “sekte Yesus” sebagai suatu ancaman terhadap kesatuan nasional dan etnis dalam perjuangan melawan Roma – dan ini adalah suatu ancaman yang hampir tidak dapat dikendalikan lagi.

Pertobatan dan panggilan Santo Paulus.

Setelah berpartisipasi secara agresif dalam pengejaran serta penganiayaan terhadap para anggota “Gerakan Yesus” di Yudea, Paulus memperoleh wewenang resmi dari Sanhedrin untuk menghancurkan umat Kristiani (katakanlah “Kekristenan”) di ibu kota Siria. Dalam ‘Kisah para Rasul’, Lukas menceritakan kepada kita sebagai berikut:“Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan mendengar suara yang berkata kepadanya, ‘Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?’ Jawab Saulus, ‘Siapa Engkau, Tuan?’ Kata-Nya, ‘Akulah Yesus yang kauaniaya itu.  Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu apa yang harus kauperbuat.’ (Kis 9:3-6; lihat juga Kis 22:10; bdk. Kis 26:14-18).

Perjumpaan dengan Tuhan Yesus ini tidak hanya merupakan titik-balik besar dalam kehidupan Paulus, melainkan juga memberikan kepadanya batu sendi yang terpenting dalam teologinya yang baru. Klaim para murid tentang Yesus ternyata memang benar! Karena dipilih Tuhan Yesus secara khusus dan disapa dengan namanya, Paulus menyadari bahwa kasih Yesus kepada-Nya begitu bersifat pribadi dan penuh ketekunan, walaupun dia tidak pernah melakukan apa pun, sehingga pantas untuk menerima kasih Yesus tersebut. Peristiwa dramatis di jalan menuju kota Damsyik itu juga mengungkapkan bagaimana Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan para pengikut-Nya yang sedang dikejar-kejar dan dianiaya itu (lihat Kis 9:4; bdk. Kis 22:16). Dengan begitu Yesus juga menyatakan relasi-Nya yang unik dengan para anggota tubuh mistik-Nya, yaitu Gereja.

Paulus memang mengalami pertobatan radikal, namun tidak dalam artian bahwa dia membuang semua warisan keyakinannya atau memutar-balikkan standar-standar moralnya yang mendasar. Tulisan-tulisan Paulus meyakinkan kita bahwa dia dengan bangga melanjutkan identitasnya sebagai seorang anak Abraham dan seorang pewaris perjanjian. Pertobatannya adalah suatu transisi untuk menerima bahwa Yesus merupakan titik-puncak atau klimaks dan kepenuhan dari tradisi Yahudi yang dicintainya. Sekarang Paulus tidak hanya memandang Yesus dalam terang yang baru dan mulia ini, melainkan juga bahwa dia sebenarnya dipanggil untuk memproklamasikan atau mewartakan pernyataan diri Yesus kepadanya.

Tahun-tahun Paulus menghilang dari kehidupan publik. 

Setelah dibawa ke dalam kota Damsyik, Paulus diterima oleh komunitas Kristiani di sana, meskipun tidak tanpa munculnya keraguan dan “keresahan” karena reputasi buruknya di masa lalu di mata umat Kristiani. Saulus dibaptis dan tidak lama kemudian dia mulai melaksanakan amanat yang diterimanya dari Yesus Kristus sendiri. Dengan berani dia mewartakan Injil, dan menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, di dalam sinagoga-sinagoga di mana tadinya dia bermaksud mulai menumpas Injil itu (lihat Kis 9:20 dsj.). Tidak mengherankanlah, apabila debat Saulus yang agresif dengan cepat menimbulkan kemarahan besar para lawannya yang Yahudi sehingga mereka membuat rencana untuk membunuhnya. Pemerintah setempat juga berhasil dibuat berpihak kepada para lawan Saulus. Ketika Saulus dan saudari-saudara Kristiani sadar akan bahaya kematian yang mengancam dirinya, maka mereka menolongnya melarikan diri dengan menggunakan keranjang dari atas tembok kota (lihat Kis 9:25). Dengan kata-katanya sendiri: “Di Damsyik gubernur yang diangkat oleh raja Aretas menyuruh orang-orang mengawal kota Damsyik untuk menangkap aku. Tetapi dalam sebuah keranjang aku diturunkan dari sebuah jendela ke luar tembok kota dan dengan demikian aku terluput dari tangannya” (2Kor 11: 32-33).

Apa yang terjadi beberapa tahun ke depan merupakan bagian kehidupan dewasa Paulus yang paling sedikit diketahui oleh orang lain. Para pakar Kitab Suci memperkirakan bahwa perjumpaannya dengan Yesus Kristus yang sudah bangkit di jalan menuju Damsyik itu terjadi pada pertengahan tahun 30an, namun episode-episode kemudian yang tercatat dalam kehidupannya terjadi pada bagian akhir tahun 40an. Jadi, memang ada kekosongan informasi. Setelah meninggalkan Damsyik, Paulus pergi ke Arabia. Dia menulis: “… aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik” (Gal 1:17). Pada zaman itu Tanah Arab atau Arabia  merupakan terminologi geografis yang agak kabur – dan sampai hari ini tidak ada seorang pun yang mempunyai informasi tentang kegiatan Paulus selagi dia tinggal di Arabia. Setelah tinggal di Arabia, dengan berani Paulus pergi kembali ke Damsyik untuk memperbaharui dan memelihara ikatan persaudaraan dengan saudari-saudara Kristiani di sana. Lalu dia pergi ke Yerusalem. Dia menulis: “Lalu, tiga tahun kemudian, aku pergi ke Yerusalem untuk mengunjungi Kefas, dan aku menumpang lima belas hari di rumahnya. Tetapi aku tidak melihat seorang pun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus. Di hadapan Allah kutegaskan: Apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta” (Gal 1:18-20).

Di Yerusalem, di tengah-tengah rasa tidak percaya dan curiga para saudari-saudara Kristiani, Saulus diterima oleh Yusuf Barnabas, seorang Kristiani dari Siprus. Barnabaslah yang membawanya kepada para “pilar Gereja”, yaitu Kefas (Simon Petrus) dan Yakobus saudara Tuhan (lihat Kis 9:26-28). Ketegangan segera timbul antara Saulus dan orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani, sampai-sampai mereka berusaha membunuh dia, tentunya karena Saulus begitu agresif dalam membela imannya yang baru. Ketika hal itu diketahui oleh saudari-saudara Kristiani lainnya, mereka membawa dia ke Kaisarea dan dari situ mengirim dia ke Tarsus (lihat Kis 9:29-30). Maksudnya, barangkali, agar dia berada jauh dari Yerusalem agar tidak membuat onar lagi.

Seorang pengkhotbah keliling yang berani. 

Perjalanan-perjalanan misioner dari Paulus merupakan topik utama dalam narasi Lukas dalam Kis 11-22. Lukas melaporkan, bahwa pada suatu waktu di pertengahan tahun 40an baptisan banyak orang non-Yahudi di Antiokhia mendorong Barnabas meyakinkan Paulus untuk datang membantu melayani orang-orang yang baru dipertobatkan itu (lihat Kis 11:19-26). Di Antiokhialah para pengikut “Jalan Tuhan” untuk pertama kalinya disebut Kristiani (lihat Kis 11:26). Kemudian Saulus dan Barnabas diutus umat pergi kepada saudari-saudara seiman di Yudea, untuk membawa bantuan yang telah mereka kumpulkan (lihat Kis 11:27-30).

Tidak lama setelah Saulus dan Barnabas kembali dari Yerusalem, suatu perwahyuan istimewa dari Roh Kudus menggerakkan umat Kristiani di Antiokhia mengutus Paulus dan Barnabas untuk mewartakan Kabar Baik Yesus Kristus ke Siprus dan Anatolia tengah, untuk memenangkan banyak jiwa guna mengikuti “Jalan Tuhan” (lihat Kis 12:24-13:5). Dalam perjalanan misioner ini Saulus dan Barnabas dibantu oleh Yohanes Markus yang mereka bawa sebelumnya dari Yerusalem (lihat Kis 12:25; Kis 13:5).

Banyak hal yang dialami oleh Saulus dkk., a.l. di Pafos bertemu dengan seorang tukang sihir Yahudi merangkap nabi palsu yang bernama Baryesus atau Elimas. Elimas menghalang-halangi niat Gubernur dari Pafos untuk mendengar firman Allah dari Saulus dkk. Lewat kata-kata Saulus yang penuh dengan Roh Kudus, Tuhan membuat Elimas menjadi buta. Karena melihat sendiri peristiwa tersebut, Pak Gubernur menjadi percaya dan ia takjub oleh ajaran Tuhan (lihat Kis 13:6-12).

Dari Pafos, Paulus dkk. berlayar ke Perga di Pamfilia; tetapi Yohanes Markus meninggalkan mereka untuk kembali ke Yerusalem (lihat Kis 13:13). Dari Perga mereka pergi ke Antiokhia di Pisidia. Pada hari Sabat kedua orang hamba Allah ini beribadat di sebuah rumah ibadat (sinagoga) di kota itu. Setelah pembacaan dari hukum Taurat dan kita nabi-nabi mereka dipersilahkan oleh para pejabat rumah ibadat untuk berkhotbah untuk menguatkan iman umat. Paulus mengambil kesempatan itu untuk berkhotbah panjang lebar tentang keselamatan dalam Yesus Kristus. Paulus menggambarkan kematian dan kebangkitan Yesus sebagai klimaks dari sejarah keselamatan Perjanjian Lama dan pemenuhan dari janji-janji Allah bahwa seorang Mesias akan datang kepada umat-Nya (lihat Kis 13:16-41). Paulus dan Barnabas diminta oleh orang-orang Yahudi itu untuk berbicara lagi pada hari Sabat berikutnya tentang pokok-pokok pewartaan yang baru saja diberikan Paulus. Setelah selesai ibadah banyak orang Yahudi dan penganut-penganut agama Yahudi yang takut akan Allah, mengikuti Paulus dan Barnabas; kedua rasul itu mengajar mereka dan menasihati supaya mereka tetap hidup di dalam anugerah Allah (lihat Kis 13:42-43).

Pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman Tuhan. Namun karena iri hati melihat orang banyak itu, sejumlah orang Yahudi  membantah apa yang diwartakan oleh Paulus dan Barnabas. Tetapi dengan berani kedua hamba Allah ini berkata, “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain. Sebab inilah yang diperintahkan Tuhan kepada kami, ‘Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi’” (bdk. Yes 49:6). Mendengar itu  bergembiralah semua orang dari bangsa-bangsa lain dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya. Firman Tuhan pun disebarkan di seluruh daerah itu (Kis 13:44-49).

Namun Paulus dan Barnabas mengalami penganiayaan dan tindakan kekerasan dari orang-orang Yahudi yang menentang mereka. Kedua hamba Allah itu pun kemudian diusir dari daerah itu. Seturut perintah Kristus (lihat Luk 9:5;bdk. Kis 13:51), Paulus dan Barnabas mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi orang-orang yang melawan mereka, lalu pergi ke Ikonium. Umat yang sudah menerima Yesus tetap penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus (lihat Kis 13:50-52).

Di Ikonium, Paulus dan Barnabas melakukan tugas pelayanan mereka dengan pola yang sama, yaitu dimulai dengan masuk ke rumah ibadat. Orang banyak di kota itu menjadi terpecah dua karena pewartaan mereka: ada yang memihak kepada Paulus dan Barnabas; ada pula yang berpihak pada para lawan mereka. Mengetahui bahwa para lawan mereka merencanakan untuk menyiksa dan melempari mereka dengan batu, maka Paulus dan Barnabas menyingkir ke kota-kota di Likaonia, yaitu Listra dan Derbe dan daerah sekitarnya. Di situlah mereka mewartakan Injil (lihat Kis 14:1-7). Di Listra Paulus menyembuhkan seorang laki-laki yang lumpuh sejak lahir dan belum pernah dapat berjalan. Maka, rakyat pun berseru-seru dalam bahasa Likaonia: “Dewa-dewa telah turun ke tengah-tengah kita dalam rupa manusia!”. Barnabas mereka sebut Zeus dan Paulus mereka sebut Hermes, karena dialah yang berbicara. Pada waktu kurban mau dipersembahkan kepada mereka oleh imam dewa Zeus dan orang banyak, Paulus dan Barnabas mengoyakkan pakaian mereka, lalu menerobos ke tengah-tengah orang banyak itu sambil berseru, “Hai kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini manusia biasa sama seperti kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya ……”  Namun demikian, tetap saja orang banyak mempersembahkan kurban kepada “dewa-dewa” berupa manusia ini. Kemudian, lagi-lagi ada orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium yang menghasut orang banyak sehingga ujung-ujungnya Paulus dan Barnabas dilempari batu, lalu diseret ke luar kota karena disangka sudah mati. Keesokan harinya Paulus dan Barnabas berangkat ke Derbe (lihat Kis 14:8-20).

Di Derbe banyak orang dipertobatkan. Setelah itu dua orang hamba Allah ini kembali ke Listra, Ikonium dan Antiokhia. Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya bertekun di dalam iman, dan mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara (lihat Kis 14:21-22). Di tiap-tiap jemaat, Paulus dan Barnabas juga menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan yang kepada-Nya mereka percaya. Mereka menjelajahi seluruh Pisidia dan tiba di Pamfilia. Di situ mereka memberitakan firman Tuhan di Perga, lalu pergi ke Atalia. Dari situ berlayarlah mereka ke Antiokhia, tempat jemaat yang mengutus mereka pertama kali. Setibanya di situ mereka memanggil jemaat berkumpul, lalu mereka menceritakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka, dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman. “Laporan” kedua hamba Allah ini sungguh membawa sukacita bagi jemaat di Antiokhia. Sebuah “ekspedisi rohani” yang berhasil! (lihat Kis 14:23-28).

Tidak lama setelah itu, entusiasme jemaat di Antiokhia terganggu lagi oleh sejumlah orang Kristiani dari Yudea (eks Yahudi) reaksioner yang menuntut semua orang Kristiani memenuhi/mematuhi semua persyaratan tradisional Yudaisme, termasuk urusan makan-minum dan sunat. Kebijakan evangelisasi Paulus dan Barnabas adalah menerima seorang calon untuk dibaptis atas dasar suatu teologi “pembenaran oleh iman”, memang – cepat atau lambat – akan berbenturan dengan pandangan para reaksioner tersebut. Akhirnya ditetapkanlah bahwa Paulus dan Barnabas harus pergi kepada para petinggi Gereja di Yerusalem untuk membicarakan masalah itu (lihat Kis 15:1-2).

Dalam perjalanan mereka ke Yerusalem, cerita Paulus dan Barnabas mengenai karya Allah yang membuat orang-orang non-Yahudi menjadi percaya kepada Tuhan Yesus, sungguh menggembirakan hati saudari-saudara seiman di Fenisia dan Samaria. Sesampainya di Yerusalem mereka menceritakan hal yang sama, namun beberapa orang Kristiani yang dulunya kaum Farisi berdiri dan berkata, bahwa orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa (lihat Kis 15:3-5). Syukur kepada Allah, sidang (konsili) di Yerusalem itu berhasil dengan baik. Mereka yang mau me-Yahudikan semua umat Kristiani kalah telak dalam sidang itu. Kepemimpinan Petrus dan Yakobus (yang keduanya jelas dipenuhi Roh Kudus) terkesan sangat berwibawa. Paulus dan Barnabas malah kemudian kembali ke Antiokhia dengan dukungan nyata dari Petrus dan Bunda Gereja yang apostolik. Yudas dan Silas juga diutus ke Antiokhia untuk menjelaskan keputusan konsili Yerusalem itu (lihat Kis 15:6-34). Hal ini meneguhkan karya evangelisasi yang telah berhasil mereka capai dan memampukan Paulus untuk meneruskan karyanya sebagai seorang rasul kepada orang-orang non-Yahudi dalam dua “ekpedisi” selanjutnya.

Walaupun mengalami berbagai kesulitan pribadi (a.l. perselisihannya dengan Barnabas [Kis 15:35-41]), pada akhir tahun 50’an Paulus telah berhasil mendirikan dan terus mengarahkan sebuah jejaring gereja-gereja di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Turki bagian tengah dan pesisir Laut Aegea. Paulus dkk. maju terus dalam karya evangelisasinys, meskipun tidak jarang menghadapi rintangan dan perlawanan; dia dipenjara di Filipi, nyaris tertangkap dan diseret kepada sidang rakyat di Tesalonika karena tuduhan telah memberitakan kepada orang banyak bahwa ada seorang raja lain, yaitu Yesus, dengan demikian melawan ketetapan-ketetapan Kaisar yang berlaku dll. (lihat Kis 16:13 dsj.). Surat-surat Santo Paulus yang hampir setiap hari Minggu dibacakan dalam Liturgi Sabda Misa Kudus, menunjukkan betapa dia memperhatikan dengan penuh kasih gereja-gereja atau jemaat-jemaat yang didirikannya. Puji Tuhan, kita sampai hari ini masih dapat membaca surat-suratnya yang diabadikan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Episode tentang pertemuan perpisahannya dengan para penatua di Efesus dan pesan yang disampaikannya kepada mereka memberikan kepada kita sebuah contoh sosok Paulus sebagai seorang pemimpin Gereja, seorang gembala sejati (lihat Kis 20:17-38).

Dalam perjalanan mereka ke Yerusalem, di Kaisarea Paulus dkk. singgah dan berdiam beberapa hari di rumah Filipus, pemberita Injil yang adalah salah satu dari tujuh orang yang dipilih di Yerusalem sebagai diakon (lihat Kis 6:5). Di situ, seorang nabi dari Yudea yang bernama Agabus bernubuat tentang “nasib” Paulus sesampainya di Yerusalem kelak. Lukas dan orang-orang yang ada di situ membujuk Paulus agar jangan pergi ke Yerusalem. Jawaban Paulus terhadap bujukan saudari-saudari seimannya patut menjadi bahan renungan bagi kita semua yang mengklaim diri sebagai murid Kristus:Mengapa kamu menangis sehingga membuat hatiku hancur? Sebab aku ini rela bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem demi nama Tuhan Yesus.” Karena tidak mau menerima nasihat saudari-saudara seimannya, mereka pun menyerah dan berkata, “Jadilah kehendak Tuhan!”(lihat Kis 21:8-14).



Paulus ditangkap lagi dan sebuah hadiah yang indah. 

Akhirnya Paulus dkk. sampai juga di Yerusalem dan diterima dengan baik oleh saudari-saudara seiman. Yakobus minta agar Paulus pergi ke Bait Allah bersama dengan empat orang yang bernazar untuk bersama-sama melakukan upacara penyucian diri, agar semua orang melihat bahwa Paulus tetap memelihara hukum Taurat (lihat Kis 21:17-24). Di Bait Allah inilah Paulus sempat terlihat oleh orang-orang Yahudi dari Asia yang mengenalinya, dan memukulinya. Dalam kegaduhan luarbiasa, orang banyak ini berupaya untuk membunuh Paulus. Namun Kepala pasukan Romawi – tanpa mengetahui apa sebenarnya yang terjadi – menyuruh pasukannya menangkap Paulus, menyuruh mengikatnya dengan rantai dan membawa Paulus ke markas. Atas izin kepala pasukan, berdiri di tangga markas Paulus berbicara kepada orang Yahudi (lihat Kis 21:37-22:21). Ini adalah sebuah kesaksian penuh kuasa dari Paulus tentang pertobatannya (Kis 22:3-16 adalah bacaan pertama dalam Misa Kudus ‘Pesta Pertobatan S. Paulus, Rasul’).

Orang banyak tetap menginginkan Paulus mati. Kepala pasukan ingin mengetahui dengan teliti apa yang yang dituduhkan orang-orang Yahudi itu kepada Paulus. Oleh karena itu, kemudian dia dan pasukannya membawa Paulus ke Mahkamah Agama. Kata-kata Paulus: “Aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharapkan kebangkitan orang mati”, menimbulkan pertengkaran antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki dan terbagi-bagilah orang banyak yang hadir itu yang disusul dengan keributan besar. Melihat situasi yang tidak kondusif itu, kepala pasukan pun mengamankan Paulus dan membawanya kembali ke markas. Pada malam harinya Paulus mengalami penampakan Tuhan Yesus yang berkata kepadanya, Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah engkau harus bersaksi di Roma” (lihat Kis 22:30-23:11).

Untuk menghindari rencana jahat orang Yahudi yang melawan Paulus, dia pun diamankan ke Kaisarea dan kemudian Roma. Penahanan dirinya memakan waktu bertahun-tahun lamanya. Namun Paulus sudah pernah meringkuk dalam penjara beberapa kali sebelumnya, semuanya demi nama Yesus. Sebagai seorang tawanan pun, dia tidak pernah berhenti mewartakan Kabar Baik Yesus Kristus, dengan semangat berapi-api seperti biasa. Dia pernah menulis: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1Kor 9:16). Dan Paulus memang seorang yang konsisten – tidak plintat-plintut –, karena imannya kepada Kristus yang tak tergoyahkan. Dia menulis: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesengsaraan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: ‘Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan’ (Mzm 44:23).Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:35-39).

Tradisi mencatat, bahwa Paulus sempat dibebaskan setelah ordeal berkepanjangan yang dialaminya, karena itu mampu untuk mendirikan gereja-gereja baru di Spanyol dan membina para pemimpin untuk menggantikannya di beberapa tempat lainnya. Testimoni final dan paling dramatis atas iman-kepercayaannya kepada Mesias yang disalibkan dan bangkit terjadi di pertengahan tahun 60an, yaitu ketika dia ditangkap lagi pada masa pemerintahan Kaisar Nero. Para lawannya barangkali melihat ini sebagai suatu kekalahan Paulus, namun pahlawan kita ini sendiri lebih tahu. Jauh sebelumnya dia telah menafsirkan kematiannya sendiri kepada kita semua: “Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Flp 3:13-14). “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (1Tim 4:7-8).

Cilandak, 25 Januari 2011  [PESTA BERTOBATNYA SANTO PAULUS, RASUL]

Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Sumber : http://sangsabda.wordpress.com

No comments