Latest News

'

Kain Kafan Turin


Banyak umat beriman dengan tulus meyakini Kain Kafan Turin sebagai kain yang sungguh dipergunakan dalam pemakaman Tuhan kita, Yesus Kristus. Tanpa memaklumkan keotentikannya, Paus Yohanes Paulus II telah dengan jelas menegaskan nilai Kain Kafan. Misalnya, pada tahun 1980, Bapa Suci menyatakan, “Kafan Kudus adalah reliqui yang paling mengagumkan dari sengsara dan kebangkitan.” Hampir sepuluh tahun kemudian, pada bulan April 1989, dalam suatu konferensi pers dalam pesawat terbang menuju Madagaskar, Bapa Suci ditanya oleh para wartawan mengenai Kain Kafan dan beliau menjawab, “Tentu saja itu adalah suatu reliqui!” Lagi, hampir sepuluh tahun kemudian, ketika ditanya apakah Kain Kafan itu asli, Paus mengatakan, “Saya pikir demikian!” (seperti dilaporkan dalam Columbia, 1998). Bapa Suci telah mengunjungi Kain Kafan pada tahun 1978 dan yang terakhir pada bulan Juni 1998.

Para pendahulu beliau juga berpandangan positif mengenai Kain Kafan. Paus Pius XII menyatakan, “Suatu harta pusaka berharga, Kafan Kudus, yang menunjukkan, sekaligus untuk menggerakkan dan menghibur kita, gambaran tubuh tak bernyawa dan wajah sengsara Kristus.” Dan Paus Yohanes XXIII memaklumkan, “Digitus Dei est hic” (“Jari Tuhan ada di sini”).

Namun demikian, meyakini bahwa Kain Kafan adalah kain yang sungguh dipergunakan dalam pemakaman Tuhan kita bukanlah masalah iman. Tidak seorang Katolik pun wajib meyakininya. Seperti dinyatakan Kardinal Saldarini dari Turin, “Kain Kafan bukanlah Kristus, melainkan sesuatu yang membawa kita kembali kepada-Nya. Keselamatan tidak terletak pada Kain Kafan, bahkan meski ia sungguh membungkus tubuh Yesus yang wafat dimartir, bahkan meski secara ajaib dianugerahkan oleh Tuhan kepada Gereja-Nya. Keselamatan terletak pada apa yang dianugerahkan Kristus kepada kita” (Columbia, Juni 1998).

Meski begitu, Gereja telah menjadi pelindung resmi Kain Kafan untuk Wisma Savoy, mantan keluarga penguasa Italia. Pada tahun 1983, keluarga Savoy mewariskan Kain Kafan kepada Bapa Suci dengan Uskup Agung Turin sebagai Pelindung Kepausan untuk Pemeliharan dan Penghormatan Kafan Kudus.

Bagian dari keragu-raguan menyangkut keotentikan Kain Kafan muncul dari catatan historisnya. Tentu saja, Kafan Kudus diyakini sebagai kain pemakaman yang dipergunakan Yusuf dari Arimatea untuk membungkus jenasah Yesus dalam pemakaman. Dokumentasi menunjukkan bahwa Kain Kafan sungguh dipamerkan di kota-kota Yerusalem, Edessa (tahun 500) dan Konstantinopel (tahun 1092). Raja Louis VII dari Perancis datang menghormati Kain Kafan di Konstantinopel pada tahun 1147. Pada bulan Agustus tahun 1203, Robert de Clari, seorang pejuang salib berkebangsaan Perancis, dilaporkan melihat Kain Kafan di Konstantinopel. Meski ada rentang-rentang waktu dalam sejarah keberadaannya, Kafan Kudus tidak pernah lenyap dari sejarah.

Sesudah kesaksian Robert de Clari, tempat-tempat historis selanjutnya di mana Kain Kafan dilihat adalah di Perancis. Kain Kafan ada dalam kepemilikan keluarga De Charny dari Lirey. Kemungkinan Kain Kafan diperoleh dalam Perang Salib dan dibawa ke Eropa. Pameran pertama Kain Kafan untuk umum, dengan dibentangkan panjangnya secara utuh, adalah pada tahun 1357, disponsori oleh para Kanon dari Katedral Lirey.

Pada bulan Maret 1453, Margaret de Charny menyerahkan Kain Kafan kepada Keluarga Savoy, dan Kain Kafan disimpan di Kapel Kastil Chambery (11 Juni 1502). Kain Kafan selamat dari kebakaran pada tanggal 4 Desember 1532, tetapi terbakar di bagian pinggir lipatannya ketika reliquary perak - tempat Kain Kafan disimpan - mulai meleleh. (Sampai sekarang, kita dapat melihat tambalan-tambalan yang dijahitkan pada Kain Kafan akibat kebakaran.) Akhirnya, Kain Kafan dipindahkan ke Katedral Turin pada tanggal 14 September 1578 di mana ia disimpan hingga kini dalam Kapel Kerajaan.

Pada Abad Pertengahan, dilaporkan juga ada kain-kain kafan lainnya yang dipamerkan, seperti di Chambery, Perancis; Lierre, Belgia; dan Acireale, Sicily. Tetapi, kain-kain kafan itu jelas merupakan suatu duplikat yang dibuat oleh tangan-tangan seniman.

Penelitian ilmiah sesungguhnya atas Kain Kafan dimulai pada bulan Mei 1898 ketika Secundo Pia memotret Kain Kafan. Kala sedang mencuci film, ia mendapati bahwa gambar negatif adalah sesungguhnya gambar positif, dan sebaliknya: pada dasarnya, ketika orang melihat Kain Kafan dengan mata telanjang, ia melihat sebuah figur berwarna kuning kecoklatan dari seorang laki-laki; tetapi apabila orang melihat negatif foto hitam putih, ia dapat melihat gambar secara jauh lebih mendetail.

Penemuan Pia membangkitkan minat yang besar akan Kain Kafan. Di masa-masa belakangan ini, penelitian ekstensif dilakukan atas Kain Kafan, dimulai dengan tim STURP (Shroud of Turin Reserach Project = Proyek Penelitian Kain Kafan Turin) pada tahun 1978. Informasi yang disajikan berikut ini disarikan dari berbagai sumber, tetapi sebuah buku bagus berjudul “The Blood of the Shroud” karya Ian Wilson menyajikan ulasan terbaru dan mendalam mengenainya.

Sekedar informasi tambahan, saya menaruh minat khusus pada Kain Kafan. Ketika saya mengerjakan accounting untuk NASA, Dr John Jackson dari Jet Propulsion Laboratory di California yang adalah anggota tim STURP menyampaikan suatu ceramah mengenai Kain Kafan dan bukti-bukti ilmiah yang telah mereka kumpulkan. Juga, pada bulan Mei 1998, dua rekan imam dan saya pergi ke Turin untuk melihat Kain Kafan yang sedang dipamerkan. Sementara saya secara pribadi percaya bahwa Kain Kafan itu otentik, Gereja sejauh ini belum memaklumkannya demikian, dan oleh karenanya, artikel ini akan menyebut gambar pada Kain Kafan sebagai “manusia” yang anonim dan bukan Tuhan kita Yesus Kristus; namun demikian, persamaan di antara keduanya akan disebutkan di sini.

Inilah ikhtisar ringkas dari penemuan-penemuan ilmiah yang utama: Kain Kafan adalah sehelai kain linen yang panjangnya sekitar 4,36 meter dan lebarnya 1,1 meter. Yesus dibaringkan di atas Kain Kafan, dan kemudian sisa Kain Kafan ditutupkan atas-Nya. Yang menarik, gambar bagian depan agak sedikit lebih pendek, dan kain menutupi hanya bagian kaki kanan.

Kain Kafan terbuat dari linen. Pembuatan kain linen telah dikenal selama 9000 tahun dengan wilayah Galilea sebagai pusat penting pembuatan kain. Kain ini juga sangat awet: kain kafan linen Mesir yang membalut tubuh mumi berumur sekurang-kurangnya 4000 tahun masih dapat bertahan hingga sekarang, artinya Kain Kafan dapat saja dibuat pada masa Kristus.

Tenunannya berpola seperti susunan tulang ikan herring dengan tautan benang berbentuk “z” (artinya benang diputar searah jarum jam). Kain juga mempunyai jumlah benang yang banyak yang menghasilkan kain yang baik mutunya. Meski kain yang demikian tidak umum, namun bukannya tidak lazim pada jaman Tuhan teristimewa di wilayah Timur Tengah. Di samping itu, serat-serat kapas khususnya jenis kapas yang ditemukan di Palestina, juga ditemukan dalam kain linen tersebut.

Bukti-bukti serbuk sari juga menunjukkan bahwa asal-muasal Kain Kafan adalah Timur Tengah. Serbuk sari, karena kulit luarnya, eksin, dapat bertahan hingga berpuluh-puluh ribu tahun. Dr Max Frei dari University of Zurich dan pendiri Zurich Criminal Police's Scientific Service mendapati serbuk sari, spora, dan jamur-jamur yang umum didapati di tempat-tempat di mana Kain Kafan dilaporkan berada. Ia juga menemukan serbuk sari halofit, tanam-tanaman khas daerah padang gurun sekitar Lembah Yordan yang beradaptasi hidup di tanah-tanah dengan kandungan garam yang tinggi yang didapati nyaris eksklusif di sekitar daerah Laut Mati.

Penelitian ilmiah yang lebih baru mengenai serbuk sari dilakukan pada tahun 1999. Avinoam Danin, Professor Botani dari Universitas Ibrani Yerusalem, mengatakan, “Dalam terang penemuan-penemuan kami, adalah sangat mungkin bahwa Kain Kafan yang disimpan di Turin, sesungguhnya, berasal dari bagian dunia ini.” Para ahli menemukan sisa-sisa yang amat tua dari tanam-tanaman yang diidentifikasikan sebagai Zygophyllum dumosum, yang hanya tumbuh di Israel, Yordania dan padang gurun Sinai. Dua jenis sisa-sisa tanaman asli lainnya yang ditemukan adalah Cistus creticus dan Goundelia tournefortii (yang kemungkinan dipergunakan untuk menganyam mahkota duri bagi Yesus). Uri Baruch, seorang ahli serbuk sari dari Israeli Antiquities Authority juga berkesimpulan bahwa contoh-contoh serbuk sari yang diambil dari Kain Kafan berasal dari tanam-tanaman yang ada di Israel dan wilayah-wilayah sekitarnya.

Kain Kafan memperlihatkan gambar seorang laki-laki, agak sedikit kurang dari enam kaki tingginya, yang menderita kematian penyaliban yang keji. Tanda-tanda luka yang diperkuatkan oleh noda-noda darah sesuai dengan sengsara yang ditanggung Tuhan kita sebagaimana dicatat dalam Injil. Luka-luka paku tampak di kaki (dengan kaki kanan meninggalkan gambar yang penuh darah sebab kaki kanan ditempatkan di bawah tapak kaki kiri) dan pergelangan tangan (tangan kiri menutup pergelangan tangan kanan). Perhatikan bahwa tidak seperti gambaran kebanyakan para pelukis, kurban penyaliban dipakukan pada pergelangan tangan di antara radius dan ulna agar ia dapat tergantung kuat di salib; memaku menembusi telapak tangan tidak akan memberikan topangan yang kuat sebab mudah robek.

Menariknya, paku di pergelangan tangan menembusi syaraf median, sehingga mengakibatkan ibu jari tertetuk ke dalam ke arah tengah telapak tangan. Kedua ibu jari Manusia Kain Kafan tidak tampak (tersembunyi) akibat pemakuan ini.

Kain Kafan memperlihatkan suatu luka di sisi kanan, seperti tempat di mana tombak prajurit menembusi jantung Tuhan kita. Tombak menghujam lewat di antara tulang iga kelima dan keenam, dan menembusi perikardium (= selaput jantung) dan serambi kanan jantung, mengakibatkan semburan darah dan serum dari perikardium.

Noda-noda darah sekeliling kepala dan tengkuk leher adalah akibat makhota duri.

Noda-noda darah juga tampak di sekujur bagian belakang tubuh, berselang-seling di punggung kanan dan kiri, dan di pantat akibat penderaan. Dalam penderaan, biasanya dua prajurit Romawi akan bergantian mendera kurban dari dua arah. Luka-luka penderaan terngaga berbentuk seperti kipas, yang memang masuk akal sebab flagellum yang dipergunakan para prajurit Romawi mempunyai dua atau tiga utas tali kulit dengan bola-bola timah kecil atau kait-kait kecil pada ujungnya untuk mencabik-cabik daging kurban. Jelas, kurban didera secara sangat sistematis; didapati lebih dari 120 luka.

Darah adalah definitif darah manusia. Tim STURP menyimpulkan bahwa noda-noda adalah darah manusia dari golongan AB. Penemuan ini diperkuat oleh yang lainnya: Professor Pierluigi Baima Bollone, Professor of Medicine dari University of Turin, melaporkan pada tahun 1978 bahwa noda-noda darah adalah sungguh darah manusia dengan bekas-bekas gaharu dan mur dan termasuk golonan darah AB. Ahli Genetika Perancis, Professor Jerome Lejeune, juga menyimpulkan bahwa contoh darah adalah hemoglobin manusia.

Point lain yang menarik adalah noda-noda darah pada Kain Kafan jernih dan merah, bukan coklat tua sebagaimana darah kering. Juga bekuan-bekuan darah utuh tanpa tanda-tanda retak atau rusak. Dr. Gilbert Lavoie mengatakan bahwa apa yang tampak pada Kain Kafan lebih merupakan eksudat (= campuran serum, sel, atau sel yg rusak yg keluar dari pembuluh darah) dari luka-luka beku daripada darah seluruhnya. Demikian juga, Dr Alan Adler menjelaskan bahwa siksaan, deraan dan penyaliban yang diderita oleh Manusia Kain Kafan mengakibatkan suatu hemolisis (hancurnya dinding sel darah merah), yang akan menghasilkan warna merah yang tahan lama pada eksudat.

Sekarang kita akan melanjutkan dengan penelitian-penelitian fotografis dan keunikan gambar. Tidak ditemukan adanya pigmen, cat, zat pewarna ataupun zat celup dalam serat-serat kain. Fluoresens sinar-X dan mikrokimia pada serat mengenyahkan kemungkinan zat pewarna dipergunakan sebagai cara untuk menghasilkan gambar; evaluasi dengan ultraviolet dan infra merah telah menguatkan penelitian-penelitian ini. Jika zat pewarna dipergunakan, pastilah zat pewarna akan merembes melalui serat-serat bagian atas ke serat-serat bagian bawah dalam tenunan berpola tulang ikan herring ini; tetapi, gambar hanya terdapat pada serat-serat bagian atas dengan serat-serat bagian bawah tak tersentuh. (Namun demikian patut dicatat bahwa darah merembesi keseluruhan serat.) Juga, gambar tak mempan terhadap pemutih dan unsur-unsur kimia standard lainnya yang pasti akan bereaksi dengan zat pewarna ataupun medium lainnya.

Fotografi canggih juga telah menyumbangkan bukti yang menarik. Penelitian meliputi pembesaran fotografis dan analisis komputer mengenai bentuk, warna dan bayangan. Juga, suatu mikrodensitometer dipergunakan untuk mengukur perubahan-perubahan yang teramat samar dalam terang dan gelap. Pada tahun 1979, seorang imam Yesuit P. Francis L. Filas dari Loyola University of Chicago, dengan riset STURP, mencermati bahwa di kelopak mata kanan Manusia Kain Kafan terdapat empat huruf “UCAI” yang dicetak pada keliling suatu bagian yang melengkung dari lingkaran mata uang logam bergambar sebuah tongkat nabi; gambar ini sesuai dengan simbol pada mata uang logam kecil yang dikenal sebagai dilepton lituus yang dicetak pada tahun 29 M pada masa pemerintahan Wali Negeri Pontius Pilatus (26-36 M). Mata uang logam yang menutup mata sebelah kiri di kemudian hari diidentifikasikan oleh Professors Bollone dan Balossino sebagai lepton simpulum, yang juga dicetak pada tahun 29 M. Bangsa Yahudi kuno mempergunakan mata uang logam untuk menutup kelopak mata. Juga, Pater Filas mendapati bahwa sesudahnya mata uang logam Byzantine diukir dengan gambar Kristus Pantocrator yang memiliki banyak sekali kemiripan dengan gambar wajah pada Kain Kafan, yang dengan demikian membuktikan keberadaan Kain Kafan di Konstantinopel.

Pada tahun 1978, Piero Ugolotti melaporkan bahwa ia mendapati bekas-bekas yang nyaris tak nampak huruf-huruf dan kata-kata dalam bahasa Yunani, Latin dan Ibrani dekat wajah pada Kain Kafan; hal ini diperkuat oleh ahli bahasa Aldo Marastoni dari Catholic University of Milan. Pada tahun 1995, para ahli bersama Paris Institut d'Optique juga melaporkan ditemukannya huruf-huruf dan kata-kata pada sisi-sisi wajah gambar pada Kain Kafan. Salah satu contohnya adalah In Necem, suatu singkatan dari pemakluman kematian dalam bahasa Latin, In Necem Ibis (“Engkau akan mati”), Nazarennus (“orang Nazaret”) dan Pezo yang berarti “menggenapi” dalam bahasa Yunani kuno, tetapi dalam arti “merayakan suatu kurban”.

Gambar pada Kain Kafan juga mempunyai informasi tiga dimensi yang unik, yang termuat di dalamnya. Dengan mempergunakan VP-8 Image Analyzer (yang dipergunakan NASA untuk menghasilkan gambar planet-planet dari sinyal cahaya yang diambil secara elektronik dan dikirimkan ke bumi), Dr John Jackson dari tim STURP menghasilkan suatu gambar tiga dimensi dari Kain Kafan. Perhatikan bahwa gambar dua dimensi biasa, seperti lukisan atau foto, hanya akan menghasilkan suatu gambar yang berubah amat jelek dalam layar VP-8. Hanya jika kedalaman atau jauh dekat yang nyata ditunjukkan dengan banyak sedikitnya cahaya VP-8 akan menghasilan suatu gambar tiga dimensi. Bukti ini meneguhkan lagi bahwa gambar pada Kain Kafan bukanlah suatu lukisan.

Foto Kain Kafan juga tampak seperti X-ray dengan gambar tulang-tulangnya kelihatan. Dr Michael Blunt, Professor Anatomi dari University of Sydney, mencatat bahwa pada tangan-tangan Manusia Kain Kafan orang dapat melihat tulang-tulang telapak tangan dan tiga tulang ruas jari di masing-masing jari. Professor Alan Whanger dari Duke University mencatat bahwa tengkorak juga kelihatan.

Dr. Gilbert Lavoie dalam tulisannya, “Unlocking the Secrets of the Shroud” menyajikan suatu penemuan menarik lainnya. Gambar negatif Kain Kafan sebagaimana diperbandingkan dengan gambar-gambar negatif foto, mengungkapkan bahwa Manusia Kain Kafan berambut putih atau pirang terang. Ia juga mencatat suatu keunikan lain: bayang-bayang wajah dan jatuhnya rambut menunjukkan bahwa Manusia Kain Kafan dalam keadaan tegak dan melayang ketika gambar terjadi, sementara noda-noda darah menyatakan bahwa Manusia Kain Kafan dalam posisi telentang di atas kain dengan sisa kain dilipatkan di atasnya. Dr Lavoie menyimpulkan bahwa gambar tegak ini terjadi setelah darah menodai kain: “Penemuan ini sungguh menarik secara intelektual bagi siapapun yang merenungkan kemungkinan bahwa gambar ini merefleksikan saat kebangkitan” (hal 182).

Tim STURP menyajikan ringkasan berikut mengenai penemuan-penemuannya, yang pantas dicatat setelah pengamatan atas segala bukti: “Kita dapat menyimpulkan sekarang bahwa gambar Kain Kafan adalah bentuk seorang manusia nyata dari seorang laki-laki yang didera dan disalibkan. Gambar bukanlah buatan seorang seniman. Noda-noda darah terdiri dari hemoglobin dan juga memberikan hasil test positif untuk serum albumin. Gambar masih terus merupakan suatu misteri dan sampai penelitian-penelitian kimia selanjutnya dilakukan, mungkin oleh kelompok para ahli ini, atau mungkin oleh para ahli di masa mendatang, masalahnya masih tetap belum tersingkapkan.”

Meski tim STURP tidak memaklumkan Kain Kafan sebagai kain yang sungguh dipergunakan dalam pemakaman Tuhan kita, bukti-bukti yang disajikan setidak-tidaknya mendukung keyakinan pribadi orang bahwa memang benar demikian adanya.

Berdasarkan bukti-bukti ilmiah di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Kain Kafan membuktikan seorang Manusia yang disalibkan, yang dimahkotai duri dan didera, dan yang hidup di wilayah Palestina dekat Yerusalem pada masa pemerintahan Pontius Pilatus. Namun demikian, kontoversi tajam masih terus berlangsung seputar Kain Kafan.

Pokok pertama kontroversi adalah seputar ritual pemakaman Yahudi. Pada umumnya, bangsa Yahudi mengikuti praktek pemakaman taharah, di mana jenasah dengan cermat dimandikan dari ujung kepala hingga ujung kaki, dan kemudian dikenakan busana tachrichim, seperangkat busana pemakaman termasuk penutup kepala, kemeja, celana panjang, jubah dan ikat pinggang. Jenasah kemudian dibungkus dalam sovev, sehelai kain panjang yang membungkus seluruh tubuh.

Sepintas lalu, Manusia yang telanjang dan berdarah yang dibungkus dalam Kain Kafan tidak sesuai dengan praktek ini dan karenanya, rasanya tidaklah mungkin bahwa ia adalah Yesus, seorang Yahudi. Tetapi, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa apabila seorang menderita kematian yang keji, seperti penyaliban, maka tidak akan ada taharah, sebab seluruh bagian tubuh, bahkan darah harus dipertahankan untuk kebangkitan badan kelak. Juga, dalam perkara demikian, orang hanya dimakamkan dengan pakaian yang mereka kenakan tanpa tachrichim. Karena Manusia Kain Kafan telanjang, yang adalah normal dalam penyaliban, ia dimakamkan hanya dalam sovev.

Kedua, apakah yang hendak dikatakan bahwa Kain Kafan bukanlah hasil tipuan beberapa seniman jenius Abad Pertengahan? (Periode Abad Pertengahan ditekankan di sini karena masalah penanggalan carbon, sebagaimana akan kita bahas.) Seperti telah dinyatakan sebelumnya, tidak ditemukan adanya pigmen, cat, zat pewarna ataupun zat celup dalam serat-serat kain; gambar hanya terdapat pada serat-serat bagian atas tanpa rembesan ke serat-serat bagian bawah, sebagaimana pasti akan terjadi dengan zat pewarna atau medium lainnya; gambar tak mempan terhadap pemutih dan unsur-unsur kimia standard lainnya yang pasti akan bereaksi dengan zat pewarna ataupun medium lainnya.

Lagi pula, Isabel Piczek, seorang pelukis dan ahli sejarah seni terkemuka, menyimpulkan bahwa tidak ada pelukis pada masa itu yang akan dapat membuat Kain Kafan, dilihat hanya dari segi kecakapan dan pengetahuan. Pertama-tama tidak ada seniman Abad Pertengahan yang mengetahui detail penyaliban sebab penyaliban telah dilarang sejak tahun 400; sebagai contoh, hanya ada sedikit pelukis Baroque, lukisan jauh di masa sesudahnya, yang menangkap detail luka-luka paku di pergelangan tangan, misalnya lukisan-lukisan penyaliban karya Van Dyck. Para seniman Abad Pertengahan juga tidak memiliki pengetahuan mendalam mengenai anatomi sebab pembedahan tubuh manusia sesungguhnya dilarang oleh Gereja pada masa itu. Juga, bagi seorang pelukis untuk dengan sengaja melukis Kain Kafan dengan bagian depannya lebih pendek, tanpa menutup kaki sebelah kanan, tampaknya sama sekali tak masuk akal. Menariknya lagi, di mana terdapat noda-noda darah, tidak ada gambar di bawahnya pada serat, menyatakan bahwa gambar dibuat terakhir sesudah noda-noda darah; jelas, seorang pelukis akan bekerja sebaliknya, melukiskan gambar dan kemudian membubuhkan noda-noda darah. Terakhir, tidak ada pelukis Abad Pertengahan memiliki kecakapan untuk melukis suatu gambar negatif atau kesempurnaan gambar dengan pewarnaan yang begitu halus.

Jadi bagaimana gambar itu terjadi jika tidak dilukis? (Subyek ini dibahas oleh para anggota tim STURP, tetapi mereka tidak sampai pada suatu kesimpulan.) Warna gambar Kain Kafan adalah “kuning atau kekuningan” sebagaimana diklasifikasikan oleh tim STURP. Gambar adalah gambar permukaan, mengenai bagian serat-serat paling atas saja tanpa tampak rembesan lebih dalam (menyanggah lagi teori “lukisan”). Gambar tampak nyaris bagai sebuah tanda hangus yang besar, serupa tanda-tanda hangus yang diakibatkan seterika. Juga, serat-serat pada gambar tampak lebih tua dan kuno ketika dibandingkan dengan serat-serat di luar gambar, seolah sesuatu diambil dari serat-serat itu daripada ditambahkan, ditambah zat pewarna misalnya. Namun demikian, serat-serat pada gambar berbeda dari serat-serat yang hangus: pemotretan dengan fluoresens ultraviolet mengungkapkan bahwa gambar tubuh tidak berpendar merah ketika disinari ultraviolet, sementara bagian yang hangus akibat kebakaran pada tahun 1532 akan berpendar merah. Oleh karenanya, sebagian ahli berpendapat bahwa semacam reaksi termo-nuklir telah terjadi yang mengakibatkan gambar pada Kain Kafan. Sesungguhnya, apabila orang merenungkan Yesus yang bangkit dari antara orang mati dengan tubuh dan jiwa-Nya dalam suatu keadaan yang telah diubah secara radikal, suatu terori ilmiah yang demikian sungguh menarik.

Kontoversi paling tajam adalah seputar penanggalan carbon yang dilakukan pada tahun 1988 guna menentukan umur Kain Kafan. Pada tanggal 21 April 1988, Kardinal Anastasio Ballestrero dari Turin mengawasi seorang analis mikro Italia Dr Giovanni Riggi memotong secarik kain berukuran ½ inchi kali 3 inchi dari Kain Kafan jauh dari gambar utama atau bagian yang hangus, melainkan dari satu pojoknya. Sampel itu kemudian dibagi menjadi tiga bagian dan diserahkan kepada laboratorium penanggalan carbon di Zurich, Oxford, dan University of Arizona di Tuscon, di mana masing-masing laboratorium melakukan tiga uji penanggalan radio carbon.

Mudahnya, penanggalan radio carbon mengukur banyaknya suatu isotop yang disebut Carbon-14 yang ada dalam semua substansi organik, termasuk tanam-tanaman rami dari mana linen dibuat. Carbon-14 menjadi rusak dalam benda mati seturut berlalunya waktu dengan suatu perbandingan yang tetap; sebab itu, banyaknya sisa Carbon-14 dapat mengungkapkan umur sesuatu.

Pada bulan Oktober, hasil penanggalan carbon diumumkan dalam suatu konferensi pers. Di papan tertulis “1260-1390,” rentang waktu bilamana Kain Kafan dibuat menurut hasil penanggalan carbon. Dr Henry Gove, seorang ahli fisika nuklir, mengatakan bahwa kemungkinannya adalah “kira-kira satu berbanding seribu trilyun” bahwa Kain Kafan ditenun pada masa Yesus, dan menyebut mereka yang percaya akan keotentikan Kain Kafan sebagai “orang-orang kolot yang irasional”.

Namun demikian, sebagian ahli menolak “infallibilitas” pernyataan yang dikeluarkan oleh laboratorium. Misalnya, Dr Rosalie David dari Manchester Museum yang telah berpengalaman melakukan autopsi pada sejumlah mumi Mesir, dan mempergunakan penanggalan carbon untuk menentukan usia mumi; namun demikian, terkadang penanggalancarbon menunjukkan usia ribuan tahun lebih muda dari usia mumi sesungguhnya seperti yang diketahui melalui bukti arkeologi. Ketidaksesuaian yang demikian diakibatkan oleh beberapa sumber kontaminasi.

Kontaminasi yang dialami Kain Kafan dapat mempengaruhi ketepatan penanggalan carbon. Selama bertahun-tahun Kain Kafan terkena jelaga nyala lilin di katedral, dan juga polusi Turin, siraman air sewaktu terjadi kebakaran, dan tumpukan fragmen-fragmen yang teramat kecil dari lukisan-lukisan di langit-langit yang mulai rusak; semuanya itu mengakibatkan terjadinya suatu lapisan pada Kain Kafan yang pada akhirnya dapat mengacaukan hasil penanggalan carbon. Di samping itu, sampel yang diambil dari ujung kain yang selama bertahun-tahun disentuh oleh banyak tangan kemungkinan besar telah terkontaminasi. Hal-hal yang demikian memperkaya kandungan carbon dan ketika dilakukan penanggalan carbon akan membuat Kain Kafan didapati jauh lebih muda dari usia yang sesungguhnya.

Dr. Leoncio Garza-Valdes dari University of Texas, berkerjasama dengan ahli mikrobiologi Dr Stephen Mattingly dari University of Texas Health Science Center di San Antonio, mengajukan suatu argumentasi lain dalam menyanggah hasil penanggalan carbon. Mereka mengatakan bisa jadi terdapat suatu pernis atau lapisan bioplastik pada Kain Kafan yang diakibatkan oleh bakteri dan jamur. Dr Garza-Valdes menemukan lapisan macam itu dalam penelitian dengan artefak Mayan, yang diketahuinya berasal dari suatu masa tertentu, tetapi ketika dilakukan penanggalan carbon dinyatakan usianya jauh lebih muda dan karenanya salah. Lapisan bioplastik ini hampir seperti plak pada gigi, dan tumbuh teristimewa di ujung Kain Kafan di mana terkena banyak kontak dengan tangan manusia.

Setelah menerima sepotong kecil sampel kain, Garza-Valdes menemukan adanya lapisan bioplastik pada Kain Kafan yang memiliki “bakteri berbentuk kokus dan organisme-organisme filiamentous serupa kapang,” yang terkadang memperbesar diameter serat hingga 60%. Lapisan bioplastik macam itu dapat mengacaukan penanggalan carbon hingga 1300 tahun. Juga, lapisan yang demikian tidak dapat dihilangkan dengan cara pembersihan konvensional seperti yang dilakukan oleh sebagian besar laboratorium penanggalan carbon. Jika pendapat Dr Garza-Valdes benar, maka Kain Kafan dengan mudah ditempatkan pada masa Tuhan kita.

Seorang pembela Kain Kafan yang lain adalah Dr Thomas J. Phillips dari Harvard University High Energy Physics Laboratory, yang menulis di Nature (16 Februari 1989): “Jika Kain Kafan Turin sesungguhnya adalah kain pemakaman Kristus … maka sesuai Kitab Suci Kain Kafan hadir dalam suatu peristiwa fisika yang unik: kebangkitan suatu tubuh yang mati. Sayangnya, peristiwa ini tidak dapat ditangkap oleh penelitian ilmiah langsung, tetapi … tubuh … memancarkan neutron, yang kemudian menyinari Kain Kafan dan mengubah sebagian nukleus menjadi isotop-isotop yang berbeda dengan menangkap neutron. Khususnya sebagian Carbon-14 pastilah dihasilkan dari Carbon-13. Jika kita menganggap Kain Kafan berusia 1950 tahun dan bahwa neutron-neutron dipancarkan dengan panas, … maka cukup Carbon-13 [telah diubah] menjadi Carbon-14 untuk memberikan usia penanggalan carbon 670 tahun [yakni abad keempatbelas].”

Pada intinya, lebih banyak bukti yang tampak mendukung keotentikan Kain Kafan Turin sebagai kain pemakaman Tuhan kita. Satu-satunya issue “sulit” bagi kebanyakan orang yang juga membutakan mereka terhadap bukti-bukti lainnya adalah hasil penanggalan carbon pada tahun 1988. Meski Kain Kafan masih belum dimaklumkan sebagai benda iman, para paus dari abad kita, termasuk Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II, melihat Kain Kafan sebagai suatu reliqui yang sungguh membantu membangkitkan syukur terimakasih kita atas apa yang telah Tuhan derita demi keselamatan kita. Sekarang, terserah pada kita, seperti pepatah mengatakan: “Bagi mereka yang percaya, tidak ada penjelasan yang diperlukan; bagi mereka yang tidak percaya, tidak ada penjelasan yang mungkin.”



* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.


sumber : “Straight Answers: The Shroud of Turin” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com



“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”



No comments