KASIH SETIA TUHAN TIDAK AKAN HILANG DARINYA - Kisah Hidup Daud, Raja Israel yang Kedua
“Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud.”
(2Sam. 16:13)
(2Sam. 16:13)

Merekonstruksi sosok Daud
Groenen, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Perjanjian Lama, berusaha merekonstruksi perjalanan hidup Daud, mulai dari awal kariernya di istana Raja Saul, sampai dengan akhir pemerintahannya sebagai raja Israel-Yehuda. Oleh Groenen, hal-hal mistis, spektakuler, dan ajaib ditanggalkan dari kisah-kisah tentang Daud, sebab umumnya itu merupakan ciri-ciri suatu mitos ataupun cerita rakyat. Dengan itu, tergambarlah sosok Daud yang tampak lebih manusiawi dan – semoga – lebih mendekati kenyataan.
Daud agaknya mula-mula mengabdi sebagai prajurit di istana Saul, raja Israel yang pertama. Kecakapan dan kemampuannya membuat karier Daud terus menanjak. Lama-kelamaan keberadaan Daud membuat Saul merasa tersaingi, terlebih karena nama Daud semakin populer di kalangan masyarakat. Bentrokan antara kedua orang itu pun tak terhindarkan lagi. Merasa terancam, Daud melarikan diri dari istana, mengembara di padang gurun, dan mengepalai sekelompok prajurit yang berpihak padanya. Karena kecerdikannya, ia bahkan diterima oleh orang Filistin yang merupakan musuh besar orang Israel, dan diizinkan membangun semacam markas di daerah mereka. Karena kecerdikannya pula, Daud selalu bisa menghindari tugas dari orang Filistin untuk memerangi orang Israel, sehingga di mata rakyat, Daud tetaplah pahlawan mereka.
Dalam suatu pertempuran melawan orang Filistin, Raja Saul yang terdesak akhirnya memilih bunuh diri. Suku Yehuda yang tinggal di bagian selatan negeri itu lalu menunjuk Daud, yang memang termasuk suku tersebut, untuk menjadi raja menggantikan Saul, yang dianggap sebagai raja yang gagal. Di bagian utara, Saul digantikan oleh anaknya sendiri, yakni Ishboset, yang tampaknya kurang cakap mengemban jabatan raja. Ishboset terlibat peperangan dengan Daud karena ia berusaha merebut bagian yang dikuasai Daud. Namun, ia lalu dibunuh oleh orang-orangnya sendiri yang berkhianat padanya. Suku-suku Israel yang tinggal di utara akhirnya mengangkat Daud menjadi raja mereka. Demikianlah Daud akhirnya menjadi raja atas dua kerajaan, yakni Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel. Ia lalu merebut Yerusalem dari tangan orang Yebus dan menjadikannya ibu kota “negara persatuan” itu.
Sang raja rupanya punya perhatian khusus pada bidang keagamaan. Hal itu ia tunjukkan dengan memindahkan Tabut Perjanjian ke Yerusalem, sehingga menjadikan kota itu pusat hidup beragama di Israel. Di bidang politik, Daud tampil sebagai raja yang bijak dan berwibawa. Dua kerajaan menjadi satu di bawah pemerintahannya, meski harus diakui bahwa mereka tetaplah dua negara yang terpisah. Di bidang militer, keunggulan Daud tak perlu diragukan lagi. Di bawah pimpinan Daud, Israel memenangkan peperangan demi peperangan melawan bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Orang Filistin yang sekian lama menjadi ancaman dan mengganggu ketenteraman hidup mereka takluk kepadanya. Pada masa pemerintahan Daud, meski Israel hanyalah suatu negara kecil, rakyat menikmati kemakmuran dan kesejahteraan.
Namun, di hari tuanya, Daud rupanya direpotkan oleh pertikaian dan perselisihan di kalangan keluarganya sendiri. Anak-anaknya berebut kekuasaan dan tak segan saling membunuh demi mencapai tujuan yang mereka inginkan itu. Absalom malah berani melancarkan pemberontakan melawan ayahnya. Ia didukung oleh suku-suku di utara yang rupanya mulai tidak puas dengan kepemimpinan Daud. Pemberontakan ini sangat berbahaya dan berhasil memaksa Daud sejenak melarikan diri dari Yerusalem. Hanya karena pengalamannya yang sangat luas, Daud berhasil mematahkan pemberontakan itu. Menjelang akhir hayatnya, Daud lalu mengangkat Salomo menjadi raja menggantikannya. Pengangkatan ini bukan tanpa konflik. Adonia, putra Daud yang lain, tidak terima dengan pengangkatan itu. Ia berusaha menjadi raja tandingan, meski akhirnya bisa digagalkan.***
Ditulis oleh : Jarot Hadianto
No comments