Latest News

'

Bila Cinta Datang Mengetuk Pintu

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam telah tiba, tanda berakhirnya lingkaran liturgi Gereja, dan membuka pintu masuk ke lingkaran liturgi yang baru. Tidak terasa waktu bergerak maju dan tidak kembali, kita sedang menatap hari kedatangan sang juru selamat Yesus Kristus. Hari raya Natal telah tiba. Banyak tokoh yang mengelilingi kedatangan Tuhan Yesus di hari raya Natal. Mereka mendapat perhatian seluruh umat manusia di hari raya Natal. Mereka itu adalah:

Yosef, memang merupakan figur seorang bapak/suami yang sederhana, tidak banyak bicara tapi bertanggungjawab, kurang mendapat perhatian. Kita lupa bahwa dalam karya penyelamatan, peran Yosef tidak kalah penting dibandingkan dengan Maria. Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi jika Yosef tidak menerima Maria, pasti sudah dirajam habis oleh orang Yahudi. Maria telah mengambil resiko dengan Fiatnya, jawaban ya terhadap undangan Malaikat Gabriel. Siapa yang percaya bahwa buah kandungan Maria dari Roh Kudus? Siapa bisa menjawab bahwa buah kandungan Maria adalah Putera Allah sendiri? Bukankah Maria sama dengan perempuan lain yang bisa hamil dan melahirkan seorang bayi? Mengapa Maria menjadi istimewa? Sayang sekali dalam tulisan Injil terutama Matius tentang kisah silsilah Yesus, ada 42 generasi. Kemudian kalau dihitung kata “memperanakkan” ada 41kali, tapi pada giliran Yosef tiba-tiba Matius mengubah menjadi: …suami Maria yang melahirkan Yesus. Sedangkan Lukas sedikit berani dengan menulis Yesus anak Yosef, tapi masih dengan embel-embel menurut anggapan orang, se-olah-olah dia ingin membela diri: bukan aku lho yang bilang! Yosef memang boleh berdiri di samping palungan. ia selalu digambarkan sebagai seorang lansia yang memegang tongkat untuk menopang tubuhnya yang sudah renta dimakan usia. Cobalah kita periksa baik-baik semua patung Yosef selalu dengan tongkat. Kita bisa usil dan mempertanyakan pada penulis kisah kelahiran Yesus. Mengapa Yosef seorang yang tua, lansia, mengapa tidak yang muda gagah perkasa? Ataukah karena berbahaya kalau Yosef itu muda, karena dia bisa jatuh dengan perempuan lain? Atau sebaliknya, kalau Yosef muda menjadi suami Maria bisa jadi tidak “care” terhadap istri anak dan keluarganya? Coba tanyakan saja deh kepada mereka yang sudah berkeluarga, terutama mereka yang sudah mengikuti Week-end ME, apakah benar jika suami muda kadang bisa kurang “care” terhadap isteri dan anak-anak? Pendek kata, penginjil menulis bahwa Yosef memang tua, bijaksana, mampu menjaga rahasia Maria dan dia juga ikut menanggung rahasia itu. Dia tidak membutuhkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam batinnya. Dia tidak mempersoalkan lagi kehamilan tunangannya dan juga tak mendesak Maria untuk menceritakan secara mendetil apa yang sebenarnya terjadi. Dalam relasinya dengan Maria, Yosef sungguh memberi ruang yang luas pada Maria untuk menjadi dirinya sendiri. Bagaimana dengan anda terutama para pasutri ME? Apakah anda akan kecewa berat dan sakit hati jika tidak mendapatkan peran dalam kegiatan anda? Atau anda mendapat peran tetapi tidak diperhitungkan oleh orang lain, lalu sakit hati? Jika kemalangan datang menghadang, pikiran dan perasaan kita langsung dipenuhi dengan sejuta tanya: mengapa? Kadang kita juga mengharapkan jawaban seketika dari Tuhan atas doa-doa kita yang kebanyakan permohonan. Mengapa kita cenderung mengharapkan jawaban dari Tuhan dengan segera atas doa-doa kita? Kita tidak sabar! Bahkan kita mempertanyakan keberadaan Tuhan. Tuhan ada nggak sih? Kok diam melulu, kita lagi ada masalah nih, sudah berdoa novena terus menerus mana jawabannya? Kita kadang juga cepat bertengkar, dimulai dengan persoalan kecil karena perbedaan dalam keluarga, dengan sesama pasutri ME. Kita kurang sabar, tak jarang relasi kita menjadi eskalasi saling menyalahkan dan melarang bahkan menghakimi. Bukannya sebaliknya, kita meneladani Yosef yang sabar, kalem, tenang, mendengarkan. Jika ada perbedaan atau masalah bagi Yosef, itu menjadi sarana untuk menambah wawasan memahami sesama dan cara untuk mendewasakan dalam berelasi. Bapak Yosef, semoga tingkah laku kami dapat berubah.

Maria, ah itu dia. Dengan mantel birumu Engkau semakin cantik dan indah. Meskipun demikian Maria tak pernah memiliki mantel seindah itu. Dia perempuan yang sederhana, gadis desa yang lugu. Sayangnya banyak patung Maria terlalu mewah dengan mantel birumu itu. Lihatlah patung Maria pakaiannya terlalu bagus dan indah untuk orang yang sederhana seperti dia. Gambaran tentang Maria melalui patung yang menghiasi kandang Natal tidak sesuai dengan kenyataan dirinya. Maria mengalami aneka kesulitan, baik karena dirinya yang mengandung karena Roh Kudus, maupun karena relasinya dengan Anaknya Yesus hampir tidak pernah diceritakan. Sebagai perempuan Yahudi yang saleh, bisa kita bayangkan betapa taatnya Maria pada aturan dan hukum Taurat. Oleh karena itu pastilah Maria cemas ketika Yesus banyak sekali melanggar hukum Taurat. Maria juga sedih ketika banyak orang mengatakan bahwa anaknya “gila”. Maria berusaha membawa anaknya pulang kampung namun tak berhasil karena Yesus terlalu sibuk dan tidak ada waktu untuk makan. Sebagai seorang ibu tentu Maria prihatin atas kesehatan anaknya. Jika sesekali Yesus pulang kampung ke rumah, kita yakin Maria sebagai ibu akan menyediakan makan kesukaan Yesus. Banyak ibu cenderung memanjakan anaknya, demikian kiranya Maria pasti memanjakan Yesus. Suatu saat orang memberitahukan kepada Yesus: “Ibu-Mu ada di sana”. Lalu apa jawab Yesus? Siapakah ibuku? Seraya menunjuk ke orang banyak, dia melanjutkan: “Merekalah ibuku”. Tidaklah Maria merasa di luar lingkaran keluarga. Seandainya kita para ibu mengalami seperti Maria, pastilah sudah tersinggung dan sakit hati. Banyak ketidakpastian memenuhi benak Maria, seperti setiap Ibu, Maria pun ingin agar anaknya memiliki tempat tinggal tetap, menikah dan memberi cucu-cucu manis serta dihormati oleh masyarakat. Namun anaknya tidak memenuhi harapan ibunya, Yesus anaknya tidak menikah dan tidak ada waktu memikirkan diri-Nya sendiri karena Dia memberikan seluruh hidupnya untuk sesama dan Allah Bapa-Nya. Maria menyimpan perasaan ini di dalam hati. Maria seorang Ibu yang malang dengan anak yang berkarakter sulit. Anak yang mempunyai cara berpikir dan hidup sangat berbeda dengan kebanyakan orang muda. Namun Maria memberikan kebebasan pada anaknya untuk berkembang sesuai dengan cita-cita-Nya. Maria tidak membentuk kepribadian Yesus seperti yang dia ingini. Maria mengakui dan menerima perbedaan karakter dengan anaknya. Maria baru dapat memahami semuanya itu setelah wafat-Nya di kayu salib. Hampir seluruh hidupnya bergelut dalam permenungan, memahami cara pikir dan bertindak dari anak-Nya. Kita mengingat semua ibu, para isteri, yang tidak dengan mudah bisa memahami suami, anak-anak mereka bahkan sesama saudaranya. Kita mesti meneladani dan belajar dari Maria, menyimpan dan merenungkan ketidakpastian dalam hati agar bisa bertindak dengan bijaksana.

Para Gembala, mereka adalah orang pertama yang mengunjungi Yesus. Bagi kita hal ini membawa makna penting.  Para gembala adalah orang-orang yang selalu berjaga dan siaga, peka terhadap hal-hal yang tidak terduga. Mereka tidak ngotot berpegang teguh pada satu kepastian. Bukankah setiap saat serigala dapat datang menerkam domba muda milik mereka?  Para gembala tetap siap sedia menjaga mereka. Mereka sangat bertanggungjawab. Kita memang bukan orang yang pandai matematika, atau ekonomi. Namun sikap kita kadang terlalu matematis; kaku dan ingin persis, takut perubahan yang tak terduga (mengapa jumlah peserta week end ME kita menurun? Apakah ME tidak menarik lagi? Mungkin sikap kita yang takut perubahan, kaku dan ingin persis). Sebagai pastor, suster, bruder dan pasutri ME kita juga belajar dari perilaku hidup para gembala yang siap sedia, siaga menjaga dan menanti kedatangan Tuhan, luwes dan berani berubah.

Keledai dan Sapi, mereka binatang yang terpilih dari sekian banyak binatang ciptaan Tuhan.  Berikut penutur kisah binatang apa yang layak menemani keluarga Yosef di kandang? Pertama muncullah Singa si raja binatang. Dia merasa bahwa hanya dia yang berdarah biru yang layak mengabdi Tuhan langit dan bumi. Dengan sombongnya dia menunjukkan kebolehannya lalu mengaum sekuat tenaga dan siap mencabit-cabik siapa saja yang mengganggu ketenangan sang bayi Yesus dalam palungan. Namun Malaikat itu menjawab: engkau tidak memiliki perikebinatangan, hardik Malaikat. Aku tidak butuh kamu. Berikutnya dengan langkah anggun mendekatlah Serigala. Ekornya mengibas-ibas dengan tenangnya dan diiringi senyum binal selayaknya pencuri profesional berkatalah dia: “Setiap pagi aku akan mencuri madu murni bagi si bayi Yesus dan ayam betina bagi si ibu muda Maria”. Jawab Malaikat: hai pencuri ulung yang merugikan semua binatang, aku tak butuh penjaga macam kamu. Begitulah satu persatu binatang muncul namun tak satupun yang layak. Malaikat melihat sekeliling dan tampaklah dari kejauhan Sapi dan Keledai yang berjalan hati-hati serta mendekat ragu dan malu. Apa yang dapat kamu tawarkan, sapa Malaikat. Aku tak punya apa-apa, yang mulia, jawab keledai dengan pandangan mata yang sedih. Mereka menyebut kami berdua si tolol, yang tak berpendidikan dan tak punya kecakapan. Namun toh kami ingin menawarkan diri untuk mengabdi Tuhan. Lalu Sapi menyahut: mungkin yang mulia kami bisa berguna. Kemampuan kami sederhana saja: mengibas-ibaskan ekor kami. Tapi siapa tahu yang mulia dengan melakukan ini kami mampu mengusir nyamuk dan lalat yang datang mendekat tanpa mengusik si bayi Yesus yang tidur lelap. Ahhhaaa seru Malaikat gembira, binatang yang beginilah yang kubutuhkan. Akhirnya, Sapi dan Keledai layak dan pantas menjadi teman yang mendampingi Yosef sekeluarga. Kita perlu mawas diri agar hidup sederhana tanpa ambisi menjadi orang hebat. Menjadi keluarga kristiani yang baik dimulai dengan hidup apa adanya, sederhana, tidak sombong dan pongah.

Bayi Yesus dalam palungan, Dia yang kaya dan mulia mau merendahkan diri menjadi yang hina-papa, miskin dan manusiawi. Bisa kita bayangkan suasana kandang tempat Yesus dibaringkan, sepi, dingin, sunyi-senyap. Kehidupan baru ditawarkan pada manusia. Bayi mungil yang lahir adakah sang juru selamat dunia? Dapatkah kita menjadi palungan bagi kehadiran Tuhan, lewat hidup dan pelayananku? Lewat kesetiaanku pada panggilan sebagai keluarga/pasutri dan hidup religius (imam, suster,bruder)? Dalam keheningan malam kudus ini, kita patut menyalakan lilin-lilin kecil agar bersinar menyinari hidup yang baru berkat kedatangan Yesus di hari Natal. Kita bisa berharap agar bisa menjadi secercah harapan bagi sesama yang menderita. Mereka yang tidak memiliki tumpangan, para gelandangan, fakir miskin peminta di jalan dan lorong-lorong kehidupan kita. Maka Yesus, silakan datang di hari raya Natal ini. Bagi para imam, suster dan bruder, pasutri ME, keluarga dan orang muda ketuklah pintu hati kami. Kita berharap bila Cinta datang mengetuk hati, kami akan dapat menjadi terang yang menyinari sesama. Yesus datanglah di hari raya Natal, ketuklah hati kami agar mampu menjadi alat-Mu, menyinari setiap kegelapan dosa dan hati yang pilu mendamba hidup-Mu. Bagi kita, mulailah berdamai dengan diri sendiri, percayalah bahwa diri kita mampu membawa damai bagi dunia sekitar kita. Seperti kata Malaikat yang membawa kabar: “Damai di bumi bagi orang yang berkehendak baik”.

BPS/pertanyaan refleksi:

  1. Jika aku menjadi Yosef atau Maria, atau bayi Yesus, atau para Gembala, atau Sapi dan Keledai, BPS?

  2. Apakah kita sudah menjadi orang yang berkehendak baik? Jika ya, maka marilah kita saling berbagi dan melayani dengan hati yang berkehendak baik. Jika belum/tidak, apa yang anda lakukan agar Hari Raya Natal bermakna dan anda menjadi orang yang berkehendak baik? BPS.


 

Cinta Tuhan telah datang dan mengetuk hati, sambutlah dengan gembira.

 

Oleh: Pastor RD. D Gusti Bagus Kusumawanta Pr

No comments