Latest News

'

Bagaimana Tuhan "Memanggil"


A.M.D.G - Peristiwa ini bermula dari kunjungan saya ke Pameran Buku Kerohanian dihalaman Gereja Kemakmuran, Jakarta, seusai mengikuti Misa Minggu. Pada kesempatan itu, saya membeli sebuah Alkitab Deuterokanonika (= Alkitab versi orang Katolik, yang memuat tambahan beberapa kitab yang tidak diakui oleh Gereja Non-Katolik sebagai bagian dari Alkitab). Secara spontan, istri saya, menegor, "Beli buku Alkitab kok tebal amat, paling-paling nanti jadi pajangan rak buku." Saya membantah spontan," Nggak mungkin ! Saya benar-benar mau membaca Alkitab ini."

Sampai dirumah, Alkitab itu saya letakkan di rak buku, maksudnya lain waktu akan saya baca. Tapi hari demi hari berlalu dan Alkitab itu masih belum tersentuh, apalagi sempat membacanya. Sementara itu saya tenggelam dalam aktifitas berwiraswasta. Pagi-pagi bangun sudah memikirkan usaha sampai jauh malam. Ngantuk, tidak sempat lagi membaca Alkitab itu. Hal itu berlangsung entah sampai berapa bulan, bahkan mungkin 1 sampai 2 tahun - saya tidak ingat lagi. Sampai datanglah Tuhan menegor. Saya jatuh sakit karena kecapaian, terkena virus yang menyerang saraf, istilah kedokterannya "herpes zozter" berawal di dahi ke pala atas, menjalar demikian cepat sampai mendekati kelopak mata kanan.

Saya harus dirawat dirumah sakit "Sumber Waras" selama 10 hari. Dari keterangan dokter mata yang merawat saya, dikatakan berdasarkan data statistik, resiko "kebutaan" diatas 50 %, sekitar 60-70 % dan hal itu disampaikan kepada istri saya. Samar-samar saya menangkap keterangan itu meskipun tidak secara langsung disampaikan kepada saya.

Malam hari, saya berdoa kepada Tuhan "Ya, Tuhan, sekiranya saya harus buta, tolong, persiapkan mental istri dan anak saya untuk menghadapi kenyataan itu dengan tabah dan tetap percaya kepadaMu, namun jika Engkau berkehendak lain, dan saya tidak buta, maka saya berjanji kepadaMu, saya akan sisihkan waktu saya untuk bekerja di Kebun AnggurMu dan saya akan berterima kasih kepada Bunda Maria yang sudah ikut mendoakan saya dengan melakukan ziarah rohani ke Sendang Sono, Jawa Tengah.

Puji Tuhan, ternyata saya tidak buta! Setelah dirawat 10 hari, kemudian di check-up seminggu kemudian, saya dinyatakan secara positif oleh dokter mata, bahwa saya lolos dari lubang jarum dan saya tidak buta. Dokter itu bahkan sempat memberi selamat kepada istri saya dan saya. Yang pertama saya lakukan, saya penuhi janji saya. Tiga minggu kemudian saya pergi ke Sendang Sono meskipun secara fisik sebetul nya badan saya relatif kurang mendukung, karena masih sering sakit kepala luar biasa, akibat sisa-sisa virus disaraf itu.

Percaya atau tidak, apa yang saya cemaskan tidak terjadi selama saya melakukan ziarah itu, sehingga ziarah saya berjalan mulus dan rasa sakit tidak terjadi lagi hingga saat ini. Puji Tuhan! Saya kramasi (waktu itu di Sendang Sono) semua bekas luka didahi dan kelopak mata, basah dan sepuas-puasnya, dengan berharap disembuhkan oleh-Nya.

Hanya kurang sebulan kemudian, tanpa hujan angin, tiba-tiba seorang aktifis pengurus lingkungan “A” minta saya memegang seksi liturgi di lingkungan. Seperti saya ketahui (saat itu), seksi liturgi itu kental dengan kemampuan dasar seseorang dengan Alkitab. Serta merta saya teringat akan janji saya dulu, mau membaca Alkitab. Maka tanpa syarat, permohonannya saya sanggupi. Hari-hari berikutnya saya mulai rajin membaca Alkitab, dimulai dengan Perjanjian Baru. Makin dibaca makin terasa mengasyikkan, sampai secara tidak langsung, tumbuh kecintaan, sehingga membaca Alkitab tidak lagi saya rasakan sebagai "kewajiban" tapi lebih sebagai "kebutuhan dan kerinduan". Tanpa terasa, akhir November 1999 ini, saya mampu menyelesaikan membaca Alkitab tebal itu semuanya, dari Perjanjian Lama, kitab Deuterokanonika sam pai Perjanjian Baru, termasuk kitab Wahyu yang cukup sulit itu.

Tapi meskipun demikian, saya masih merasa belum tahu apa-apa, karena makin dibaca, makin terasa masih terlalu banyak lagi yang saya belum tahu. Semua ini menjadikan saya harus terus dan terus membacanya dan merenungkan.

Saya jabat ketua seksi liturgi lingkungan “A” itu selama 5 tahun. Saya berhenti karena pindah rumah. Dilingkungan baru, lingkungan "B" saya cuma sempat istirahat 2 bulan, karena datang tawaran jabatan seksi liturgi dilingkungan "B", karena pajabat lama sakit dan tidak mungkin menyelesaikan jabatannya sampai akhir waktu. Saya jabat ketua seksi liturgi dilingkungan "B" selama 2 tahun saja karena datang pergantian pengurus lingkungan baru. Dalam pemilihan pengurus lingkungan baru, saya terpilih menjabat sebagai ketua lingkungan "B", karena ketua lama sudah dua kali berturut-turut menjabat, jadi harus bergilir kepada orang lain.

Jadilah saya ketua lingkungan "B" satu periode (3 tahun). Pada masa akhir jabatan saya, lingkungan "B" dengan 130 kepala keluarga sudah terasa besar, jadi harus dimekarkan, menjadi lingkungan "B" lama dan lingkungan baru "C".

Karena lokasi tempat tinggal saya di lingkungan baru "C", maka saya kembali terpilih menjadi ketua lingkungan "C" untuk satu periode lagi (3 thn). Akhir pengurus, karena jabatan ketua lingkungan sudah saya jabat 2 kali berturut-turut, maka jabatan ketua lingkungan "C" harus bergulir kepada orang lain dan kepengurusan yang baru, jabatan saya kembali ketua seksi liturgi (3 thn). Akhir jabatan terakhir ini, diawal pengurus lingkungan terakhir, saya diper caya cukup menjadi penasehat lingkungan "C" yang sekarang masih saya jabat (baru berjalan 1 thn)

Demikian kiranya perjalanan karir saya di "Kebun Anggur" Tuhan dan semua itu saya lakukan dengan ikhlas, karena kasihNya yang begitu besar sudah saya alami dan kalau saja sekarang saya membalas kasihNya, itu belum berarti apa-apa. Semoga pengalaman rohani saya ini menjadi pembangkit semangat mereka yang merasa terpanggil untuk melayani dengan menjadi pekerja-pekerja "Kebun Anggur" Tuhan yang masih membutuhkan pekerja-pekerja baru, karena panennya banyak tapi para pekerjanya masih sedikit sekali - Amin.

Jakarta, 30 Nop 1999.

No comments